Seven – Time to Say GoodbyeA Chapter by Aga ALanaTanpa kusadari, aku telah pingsan karena banyak
kehilangan darah. Kulihat kantong darah yang digantung, mengalirkan isinya
melalui selang kecil yang dihubungkan ke nadi yang ada dalam tanganku. Saat itu
juga, kulihat Yuki telah berada di sampingku. “Apa kau baik-baik saja, Mai?” tanyanya sedih. Aku mengangguk lemah. Tampak sekali ia menghawatirkanku.
Aku mencoba untuk duduk. “Hei, sebaiknya kau berbaring!” “Aku baik-baik saja, kok,” kataku lemah, “Jangan terlalu
khawatir.” “Bagaimana aku tidak khawatir! Aku akan selalu khawatir
karena kamu itu selalu saja ceroboh!” Yuki tampak kesal. “Selalu ceroboh? Seperti kamu tahu segalanya tentangku,
Yuki. Kita baru kenal kemarin, bukan? Lagi pula… aku bukan Mai kamu.” Yuki kaget dengan apa yang ia dengar dari mulutku. “Ada apa dengan Nakashima Mai yang sebenarnya, Yuki?”
tanyaku. Walau kupikir ini bukanlah saat yang tepat bertanya tentang hal itu. “Kamu benar. Kamu bukanlah Nakashima Mai. Namun, jika
kamu tahu, kamu sangat mirip dengannya. Wajah, pandangan matamu, suaramu,
sifatmu, bahkan tinggimu juga sama dengannya.” “Dia gadis yang kamu cintai?” “Sangat.” Aku terdiam. Rasanya aku merasa kecewa sendiri mendengar
jawaban Yuki. Perasaan apa ini? Inikah perasaan yang sering dialami oleh para
gadis terhadap lelaki yang menarik hatinya namun kecewa karena lelaki yang
disukai ternyata mencintai gadis lain. Aku melihat keluar, tampak Nia telah
mendengar perbincangan kami. Mungkin, kini ia tengah bersedih dengan
perasaannya yang bertepuk sebelah tangan. Seperti yang kualami kini. “Lalu…” “Ia telah tiada. Telah tiada dari dunia ini,” jawab Yuki
kembali. Ia menahan kesedihannya. “Maaf. Seharusnya tak kuungkit hal ini,” sesalku. “Tak apa. Telah tiada di dunia ini, berarti ia telah
terbangun dari tidurnya,” jelas Yuki dengan sedikit tersenyum. “Apa maksudmu?” aku bertambah bingung. “Sudah kubilang kalau ini dunia mimpi, bukan?” Aku mengangguk. “Berarti, orang-orang yang ada di sini adalah orang-orang
yang masih tertidur di dunia nyata. Termasuk aku,” jawabnya lemah. “Dan profesi
yang dipegang oleh setiap kami adalah impian kami yang belum terwujud di dunia
nyata.” Aku kaget. Rasanya tak bisa mempercayainya. “Kamu bohong,
bukan?” Yuki menggeleng. “Sudahlah, jangan dibahas. Sebaiknya kamu pulang ke
rumahmu. Bangunlah dari tidur panjangmu ini. Perlahan, kau akan melupakan
pertemuan ini.” “Bohong! Bohong!” aku masih tidak bisa mempercayai hal
ini. Entah kenapa, aku tidak bisa melupakan segala hal yang tengah ku lakukan
di dunia ini, meski mimpi. Terutama tentang Yuki. Yuki memegang kedua pundakku. Ada rasa bahwa aku akan
menghilang dari hadapannya. “Jika hal itu benar, kenapa kamu tidak bangun saja!
Yuki!!” pekikku. Yuki terkejut, ia meneteskan air mata. “Tak ada yang
menungguku untuk pulang,” jawabnya lemah. “Ada. Aku yang akan menunggumu bangun!” Rasanya saat itu, aku ingin meneteskan air mata. Aku juga
ingin mengusap air mata laki-laki yang ada di hadapanku. “Setidaknya bukan sebagai Nakashima Mai. Tapi sebagai
diriku sendiri.” “Kalau begitu, sebutkan nama aslimu. Aku ingin tahu.” “Namaku Asri
Silvina. Jangan lupakan namaku jika suatu saat nanti kamu terbangun,”
kataku menahan kesedihan yang meluap. Aku yakin, dua tetes lebih air mata yang
mengalir keluar. Aku menangis? © 2015 Aga ALana |
Stats
151 Views
Added on March 12, 2015 Last Updated on March 12, 2015 AuthorAga ALanaPadang, Padang, IndonesiaAboutHi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..Writing
|