Four – It’s out of My Mind

Four – It’s out of My Mind

A Chapter by Aga ALana

Setelah makan siang, kami mengobrol di halaman belakang sekolah. Yang menjadi bahan topiknya, Makoto Jun’ichi. Ya, sepertinya aku tahu mengapa ia mendekatiku, karena aku sepupu dari cowok yang ia taksir. Pastinya ia akan mengambil kesempatan seperti ini untuk mengorek segala hal tentang Makoto. Walau begitu, tetap kuladeni dengan sabar, karena inilah misiku. Misi ini harus kuselesaikan sebelum aku terbangun nanti.

Tak kusangka, hanya dengan bicara mengenai orang lain "maksudku tentang Makoto Jun’ichi, dengan mudah aku akrab dengan Nia. Walau dari wajahnya ia seperti orang yang menutupi diri dan susah diajak berteman, tetapi saat bicara mengenai apa yang ia suka, ia akan lebih banyak bicara. Entah mengapa rasanya aku jadi lebih mengenal Nia dalam waktu dekat.

Saat jam istirahat selesai ditandai bunyi bel dua kali, kami pun segera beranjak menuju kelas. Namun…

“Nia!!”

Sekelompok orang berbaju hitam menculik Nia dan membawanya kabur. Aku mencoba melawan mereka yang memegang tanganku. Hanya satu orang, tidak bisakah aku melawan? Hal itu terbenak dalam pikirku.

Kucoba melawan orang berbaju hitam yang tengah memegangku. Kubalikkan badan, mencoba menendang perutnya, saat ia tertunduk aku menyikut tepat di titik vital lehernya hingga ia pingsan.

Sedangkan yang lainnya telah pergi bersama dengan Nia. Mereka meninggalkan salah satu temannya. Namun rasanya aku merasa risih, pasti ada yang tidak beres. Kulihat dari mobil kawanan itu yang akan pergi, kaca mobil salah satunya terbuka dan seseorang menodongkan sniper yang aku sendiri tak tahu tipenya, ia akan menembak tepat ke arahku. Spontan aku berlindung di balik dinding, menunggu hingga tembakan itu berhenti.

Tembakan itu telah berhenti. Aku yakin mereka telah pergi dan membawa Nia pergi. Aku telah mencoba menghubungi Yuki, namun tak ada jawaban. Kulihat salah seorang kawanan yang telah pingsan itu, kini ia telah berlumuran darah karena tertembak peluru.

Aku sangat shok melihat itu. Ini pertama kalinya bagiku melihat orang yang mati tertembak. Darah segarnya mengalir keluar dari badan dan kepalanya. Saat melihatnya aku langsung mual, ingin muntah.

Ini adalah mimpi terburuk yang pernah kualami!!

Aku heran pada pihak sekolah yang belum juga datang. Walau memang halaman sekolah di sini agak sepi, setidaknya mereka pasti mendengar suara tembakan yang berturut-turut. Aku mencoba ke halaman depan sekolah. Suasananya begitu sepi karena murid yang lain tengah berada di kelas dengan aman.

Handphone-ku berdering. Ada pesan dari Yuki. Isinya:

Tenanglah.

‘SD.N’ dalam pengawasan.

Saat telepon berdering, dekatkan pada motor maks. 5m. Cepat!

‘U­-q’

 

Maksudnya apa ini? walau ia memang seorang detektif, tidak seharusnya isi pesan-nya terlalu singkat. Kucoba memahami pesan itu, motor?

Segera kuberlari menuju parkir di mana motor Yuki diparkirkan. Tak berapa lama, handphone berdering. Ku jawab dan… tiba-tiba saja sebuah tempat penyimpanan kecil terbuka. Isinya sebuah kunci. Mungkin kunci motor ini.

Sebuah pesan masuk dari Yuki kembali. Kubaca isinya…

Teman-temanku dari kepolisian tengah mengejar sekelompok orang yang menculik Nia. Mereka telah menkonfirmasikannya padaku. Seorang teman akan membimbingmu untuk berlindung di kantor kepolisian. Aku cemas, salah seorang dari mereka akan menangkapmu karena kamu telah menjadi saksi mata. Tetaplah di sana, melindungi Nia adalah urusanku.

Yuki.

 

 

Kali ini pesannya sangat panjang dan tentu mudah kumengerti. Namun katanya seorang teman, siapa?

Tiba-tiba motor Yuki berbunyi. Kali ini aku benar-benar kaget dibuatnya. Sebuah hologram keluar dari tempat penunjuk kecepatan, gambarnya sebuah robot. Aku mencoba menyentuhnya.

“Salam kenal! Nakashima Mai. Aku roboU-q akan menuntunmu ke kantor pusat, di mana Tuan Yuki bekerja.”

Hologram itu bisa bicara? Hebat! Alat-alat detektif sungguh sangat canggih.

“Pertama, hidupkan mesin dengan kunci yang Anda pegang.”

Aku mengikuti saja apa yang dikatakan oleh hologram ini.

“Hidupkan starter-nya. Pasang giginya dua saja. Lalu perlahan jalankan motornya.”

“Oh… HEEH?” aku kaget. Kupikir motor ini akan berjalan sendiri karena canggih. Ternyata aku harus menjalankannya secara manual.

“Kupikir motor ini akan berjalan otomatis,” kesalku.

“Oh, itu tidak mungkin, Nona Nakashima. Baiklah, ini adalah peta menuju kantor pusat. Selanjutnya peta hologram yang akan menuntun Anda. Semoga beruntung!”

Hologram itu pergi dan berganti dengan sebuah e-peta. Hologram yang bisa bicara itu telah menghilang tanpa member informasi yang lain.

Ya, ampun! Aku disuruh mengendarai motor tanpa ia tahu kalau aku tidak bisa mengendarai motor. YUKII!!

Mau tidak mau, akhirnya kucoba mengendarai motor ini. Aku membaca doa, semoga aku bisa selamat dari hidup dan mati ini. Aku benar-benar tidak yakin, jika seandainya aku mati di sini, belum tentu aku akan bangun dari tidurku bisa saja…

Aku menjalani motor ini dengan pelan. Saat di tengah jalan, aku melihat beberapa mobil dan motor polisi bergerak menuju satu arah. Kulihat seorang polisi lalu lintas di tepi jalan, kuberhentikan motor dan mencoba bertanya padanya.

“Maaf, apa Anda tahu mereka ke mana?”

Ia melihatku bingung. “Bukankah ini motornya Detektif Yuki?”

Aku mengangguk.

“Jangan bilang kalau Anda Nona Nakashima Mai!?” kagetnya.

Aku hanya berpikir, sepertinya nama Nakashima Mai itu sangatlah terkenal. Aku hanya mengangguk. “Dari mana Anda tahu?”

“Tentu saja aku tahu. Semua kepolisian juga tahu. Kamu pacarnya Detektif terkenal di kota ini, Detektif Yuki!”

Aku benar-benar kaget! Hanya satu hari aku tinggal di rumah Yuki, namaku sudah begitu terkenal di kota ini, terutama dalam kepolisian. Yuki bukanlah tipe pria yang mudah mengatakan orang lain, apalagi seorang gadis yang tinggal di rumahnya. Bukannya itu akan merusak citranya sebagai detektif kepolisian?

“Detektif Yuki selalu menutup-nutupi tentang Anda, nona. Dia bilang tidak punya pacar. Jelas-jelas kami melihat ia berkencan dengan seorang gadis. Aku tak menyangka dapat melihat Anda lebih dekat.”

Apa maksud semua ini? Jadi, Nakashima Mai itu, benar ada?

“Saya juga kaget mendengar informasi itu. Jadi, mohon beri tahu saya ke mana polisi itu pergi? Apa mereka menyelamatkan Sawada Nia?” tebakku.

“Ya, Anda benar. Mereka ke arah selatan. Mereka akan mengepung markas penjahat itu dan mencari bukti yang sebenarnya. Itu yang saya dengar.”

“Terimakasih atas informasinya.” Aku langsung menancapkan gas, mengikuti para polisi.

“Jangan bilang kalau Anda ingin ke sana? Hei, itu berbahaya. Nona!!”

Larangan polisi itu kuhiraukan. Walau Yuki juga mengatakan hal itu, tapi tiba-tiba saja hatiku tergerak untuk ke sana. Sudah terlambat, aku telah ikut campur dalam masalah ini.

Aku mengikuti suara sirine mobil polisi itu.

Jujur, dalam hatiku merasa takut akan suatu hal buruk yang nanti akan terjadi padaku. Ditambah, entah kenapa apa yang aku lakukan ini tidak ada gunanya, bahkan hanya bisa menjadi pengganggu saja. Jika Yuki tahu, pasti ia akan marah padaku. Aku tak mengindahkan nasihatnya.

Jauh dari TKP (tempat kejadian perkara) saja aku telah mendengar tembakan peluru dari polisi maupun kawanan penjahat itu. Aku berhenti. Melihat situasi sekitar. Aku berlindung di balik pohon besar, karena daerah ini lumayan ada banyak pohon, mengamati situasi. Hanya mengamati.



© 2015 Aga ALana


My Review

Would you like to review this Chapter?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

136 Views
Added on March 12, 2015
Last Updated on March 12, 2015


Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana