Prologue and Chapter 1 (1/5)A Chapter by Aga ALanaPrologue Manusia, para penyihir dan monster dahulunya tak bisa saling akrab satu sama lain. Ketiga jenis makhluk hidup yang dapat menguasai dunia terus saling bermusuhan dan berperang demi mendapatkan wilayah, sumber makanan, air, hingga perbatasan negara. Mereka tak bisa diajak untuk berunding sama sekali. Jangankan untuk bertemu secara baik, saat saling menatap muka mereka akan mengeluarkan senjata mereka masing-masing. Dunia berubah menjadi semakin kacau. Tak ada tempat yang aman, dimana-mana ada pertempuran. Tak ada yang bisa menghentikan permusuhan bebuyutan antara manusia, penyihir dan monster sekalipun. Namun Tuhan berkehendak lain. Ia tak akan pernah membiarkan dunia yang ia ciptakan musnah begitu saja. Karena itu, diutuslah lima diantara mereka, manusia, penyihir dan monster untuk menengahkan permasalahan ini. Menjadi wakil antara mereka semua, membawa kedamaian dan perdamaian sampai masa depan manusia, penyihir dan monster menjadi stabil, tak ada peperangan antar mereka. Kelima pembawa kedamaian tersebut berhasil mendamaikan manusia, penyihir dan monster untuk bisa saling hidup bersampingan, saling bekerjasama dan membantu untuk membangun kembali dunia yang tak hijau setelah peperangan. Mereka semua sadar bahwa kebencian tak akan menyelesaikan masalah. Tak akan ada kebahagiaan dan tempat yang nyaman untuk anak-cucu mereka jika permusuhan itu diteruskan. Beberapa puluh tahun setelah kebencian itu berakhir, manusia, penyihir dan monster kini hidup saling berdampingan. Mereka akan saling membantu baik dari segi ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Mempertahankan kestabilan, tidak memandang dari mana mereka berasal, tak ada kasta, bahkan dalam satu wilayah diduduki oleh manusia, penyihir dan monster yang saling menyapa. Saling mempercayai satu sama lain, anak-anak mereka bermain tanpa rasa takut hingga membangun suatu rumah tangga antara manusia dengan penyihir, manusia dengan monster, penyihir dengan monster. Tak ada batasan. Tak ada pertempuran. Hingga kelima pembawa kedamaian, satu per satu meninggal dan mewarisi tahta mereka pada anak-cucu mereka. Ada yang menjaga amanah, namun ada yang bersikap sebaliknya. Kejahatan mulai dari hal kecil, mencuri, hingga memiliki kelompok lalu organisasi kejahatan yang ingin menguasai dunia, merampas harta dunia, membalikkan kebahagiaan. Namun secepatnya hal itu diatasi dan kini kebaikan atau kejahatan tak lagi memandang ras. Manusia, penyihir dan monster akan menjadi satu untuk mempertahankan kedamaian dunia.
00 ~ The Meaning of (My) Life Desa Georylia Aku terus berlari di padang rumput yang luas ini. Tinggi rumputnya hampir menenggelamkan tubuhku, tapi aku tak khawatir karena aku akan tetap aman. Karena aku berlari dengan Zuex, serigala putih yang telah hidup denganku sejak kecil. Ya, dia monster ras binatang karena seluruh tubuhnya menyerupai binatang, namun ia sangat kuat dan keren! Ia juga dapat bicara layaknya manusia. Kami sedang berlatih berburu. Zuex akan menjadi mangsa pura-puraku. Jika aku berhasil menangkapnya kali ini berarti aku sudah bisa diajak berburu ke hutan oleh ayah. Dengan semangat itu, aku terus berlari, mengejar Zuex yang begitu cepat berlari di depanku. Aku tahu ini tindakan bodoh. Mana mungkin seorang anak kecil berumur sebelas tahun menangkap seekor serigala yang larinya yang tak tertandingi oleh orang dewasa. Namun aku sengaja, Zeux pun begitu. Inilah cara kami menghabiskan waktu bersama. Hingga aku terlelah lalu ia membawaku dipunggungnya pulang ke rumah. Kami benar-benar tak memiliki kesibukan selain aku yang dari pagi sekolah lalu pulang sekolah, tak ada kerjaan apapun. Tak ada ternak untuk digembalai, tak ada tanaman untuk dirawat. Benar-benar kehidupan yang membosankan. Hingga aku diajari memanah, berburu oleh ayah. Tapi setelahnya ditemani oleh Zeux. Ia mengajariku banyak hal tentang berburu dan hal lain agar aku menjadi pria hebat nantinya. Banyak yang kupelajari darinya hingga aku berpikir, umur Zeux pasti lebih tua dariku. Ras monster memiliki kehidupan yang lebih panjang dari penyihir, namun mereka sangat susah berproduksi seperti manusia. Aku tak tahu dari mana asal Zeux, sudah berapa lama ia hidup, namun satu hal yang aku tahu, ia sudah menjadi saudara tua bagiku. “Apa kau sudah menyerah, pangeran?” Zeux mendekatiku yang terengah. “Sudah kubilang, saat hanya ada kita berdua jangan panggil aku dengan sebutan itu.” Aku sudah tak kuat untuk berdiri hingga jatuh begitu saja karena aku tahu rumput-rumput di sini sama empuknya dengan tempat tidurku. Begitu nyaman merebahkan diri tanpa alas apapun. Angin berdesir dengan lembut membawa penat dan keringat di seluruh tubuhku. “Maaf, Andow, hanya membiasakan diri memanggilmu dengan sebutan itu.” Zeux duduk di sebelahku, menikmati angin sepoi. Menghirup napas sangat panjang. Ia juga kelelahan setelah semua ini. Ternyata, ia juga bersemangat dengan latihanku ini. Padahal, aku tak merasakan apapun, tak ada yang berubah dari ku. “Jangan sampai tertidur...” Namun Zeux menemukan Andow telah tertidur pulas. Wajahnya begitu lucu saat tidur dengan mulut terbuka-tutup saat suara dengkurnya mulai terdengar. Zeux hanya tertawa kecil. Setiap kali ia mengajak anak itu berlatih di padang rumput, setiap setelah latihan itulah ia tertidur dan harus membawanya pulang. Meletakkan Andow dipunggungnya. Ia membuat tubuh Andow tertungkup, menyelipkan badannya di bawah badan Andow, menyeimbangkan tubuh Andow agar tak jatuh dari punggungnya. Setelah itu ia membawanya dengan hati-hati pulang ke rumah mereka. “Sebentar lagi umurmu akan dua belas tahun, Andow. Di saat umurmu lima belas tahun kau harus naik tahta oleh ayahandamu. Bagaimana bisa aku tak bermalasan melatihmu? Ayahmu telah banyak berjasa padaku, menyelamatkan nyawaku. Yang aku inginkan sebelum pergi hanya satu, menjadikanmu pemimpin yang layak di masa depan.” Zeux banyak bicara setelah Andow tidur. Ia bukanlah tipe yang suka banyak bicara. Tapi ia sedang mengeluarkan perasaannya pada orang yang sedang tertidur pulas di punggungnya. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Tubuh Andow semakin berat dan bertambah panjang hingga kakinya sering terantuk ke bawah. Namun ia tetap saja tidur. Dari jauh, ibunda Andow melihat Zeux yang kesusahan membawa Andow di punggunngnya. Ia mendekat dan membantu Zeux mengantar anaknya ke tempat tidurnya. Mereka berdua tak mau membangunkan anak itu, tak pula adik-adiknya yang kecil. Mereka semua keluar dari ruang tidur pangeran riang itu. ~to be continued ^^ © 2014 Aga ALana |
Stats
401 Views
Added on November 14, 2014 Last Updated on November 14, 2014 AuthorAga ALanaPadang, Padang, IndonesiaAboutHi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..Writing
|