Kataomoi

Kataomoi

A Story by Aga ALana
"

Kenapa menyukai seseorang itu menyakitkan?

"
*---------------------------*

Dari lokasi syuting sore tadi hingga pulang, wajahnya tampak letih, tidak, bahkan lebih pada ekspresi sedih. Tiap kali menghela napas saat mengemudi, hal yang tak pernah kutemui. Awalnya kupikir karena ia benar-benar lelah. Padahal di lokasi syuting aku tahu kalau ia sesekali mengalihkan pandangan pada wanita cantik itu, sang aktris utama.

Bohong kalau aku tak mengerti soal cinta. Hanya saja aku selalu memendamnya, tak berani menyampaikan perasaan itu pada orang yang aku sukai. Terutama pada situasi seperti ini. . .

Aku tak berani bertanya perasaan Yuka-san saat ini. Tak mungkin bukan aku bertanya ‘Ada apa dilokasi syuting tadi? Apa kamu belum ‘baikan’ dengan Sasaki-san?’

“Mau kubuatkan minum?” hanya itu yang tersampaikan dari mulutku.

Ia menatapku, berusaha untuk tersenyum. “Air putih saja.”

Aku mengangguk dan tersenyum ringan. Jika ia berusaha bersikap seperti tak ada apa-apa, aku berusaha bersikap tak mengerti apa-apa dengan perasaannya saat ini. Kuambil segelas air putih dan sepotong coklat di kulkas. Kuhidangkan di meja dekat ia duduk.

“Kata orang, coklat bisa menghilangkan penat dan stres. Setidaknya penambah mood,” saranku padanya.

Ia hampir tertawa dengan sikapku. Ia tahu kalau coklat yang kuberikan adalah punyaku. Segala cemilan di kulkas aku yang beli. Tak mungkin seorang penyanyi sekaligus aktor memelihara cemilan dalam kulkasnya, tak baik buat kesehatan. Tapi makan coklat kecil tak masalah, bukan? Lagi pula coklatnya rendah kalori.

“Arigatou,” balasnya.

Ia langsung makan coklat itu, baru meminum air putih. Dan kembali melayang pada dunianya. Matanya menerawang jauh. Aku tahu itu bukanlah urusanku hingga kuputuskan untuk tidak mengganggunya. Ia pasti sedang memikirkan hal-hal yang terbaik untuknya. Untuk dirinya dan wanita itu.

Bukan urusan bagiku, gadis biasa yang hanya numpang dalam hidupnya. Gadis yang tak seharusnya berada di sampingnya. Tapi Tuhan, kenapa aku ada di sini? Menjadi manajernya dan satu apartemen dengannya.

Perasaanku sangat meluap!

Namun... beda keyakinan itu sangat membimbangkan keyakinan itu, antara perasaan suka duniawi atau kepercayaan yang selama ini kupegang.

Selalu saja aku suka dengan seorang laki-laki yang tak tersampaikan. Aku hanya selalu melihat punggungnya dari jauh. Tak pernah berada di sampingnya. Melihat wajahnya pun dari jauh. Menyedihkan.

Kujinjing tasku masuk ke kamar.

“Kenapa, ya...”

Saat membuka pintu kamarku tiba-tiba saja Yuka-san mengeluarkan suaranya. Terdengar berat. Kulihat ia memandang langit-langit, bersandar lelah pada sofa berhadapan dengan televisi.

“...menyukai seseorang itu sangat menyakitkan? Seharusnya kita bahagia bisa merasakan cinta. Yuu, apa kamu pernah merasakan itu?”

Tanpa melihatku, ia bertanya hal yang sangat sulit kujawab.

Tentu saja, bodoh!

Kutahan air mataku agar tak keluar. Namun tetap membuat mataku basah. Untung saja ia tak melihat ke arahku. Aku yakin ia spontan bertanya padaku. Ia sering curhat, kuanggap ia sedang curhat pada satu-satunya orang yang sangat ia percayai.

Karena tak ada respon dariku, Yuka-san membalikkan badan dan melihatku.

“Maaf, tak usah dipikirkan pertanyaan bodohku.”

Langsung kuhapus mataku yang basah dengan berpura-pura meletakkan tas dalam kamar lalu bersandar pada dinding dekat pintu kamar. Mencoba untuk tak melihatnya. Dan kujawab sebisaku.

“Tentu saja. Setiap orang pastinya pernah merasakan rasa suka pada seseorang. Teman satu kelas, teman bermain, teman dekat, atau senior?” aku sedikit tertawa menjelaskannya. “Tak selamanya rasa suka itu mengantarkan kita pada kebahagiaan, ada kalanya kita merasakan sedih, karena... tak bisa menjaganya, tak bisa membahagiakannya, tak bisa disampingnya. Hal itu wajar, kok!”

Kupaksakan mulutku untuk tersenyum dan tertawa.

Yuka-san tersenyum, “Sepertinya kamu telah exspert dengan hal itu. Ingat! Kau masih kuliah, jangan sampai tak lulus. Jika nilai akhirmu tak tinggi, aku tak akan tiba di acara wisudamu!”

Ia malah menasihatiku balik sambil bercanda. Aku tertawa, tinggi-rendah nilaiku aku yakin ia tak akan datang.

“Aku tak berharap Yuka-san datang di acara wisudaku!” ejekku.

“Kenapa?” herannya.

“Bisa repot kalau semua perempuan yang ada di sana mengejarmu! Acara wisuda bisa sepi,” cibirku.

“Yah, kalau itu maaf saja, aku terlalu tampan dan menjadi rebutan,” katanya tambah bercanda.

“Rebutan? Tapi kok galau sama satu perempuan?” ejekku lagi. Aku tahu ejekanku ini berlebihan, tapi sudah terucapkan.

“Sial, kau!” kata Yuka-san, ia melempar bantal sofa padaku tapi tak mengenaiku. Namun setelah itu ia tertawa ringan. “Benar juga apa katamu. Seharusnya aku tak terlalu memikirkan masalah ini. Thank’s.”

“Untuk apa berterimakasih?”

“Hmm... untuk saran dan mendengarkan curhatku,” jawabnya tertawa.

Doitashimashite~. Jya, aku mau istirahat duluan. Oyasuminasai.

Oo, Oyasumi!

“Jangan bergadang, besok pagi ada latihan dance,” kataku sebelum manutup pintu kamar.

Shitteru! Kamu sendiri bagaimana, bukannya ada kuliah pagi?” tanyanya balik.

Aku mengangguk, “Ee, iru yo. Haha.... Jya, oyasumi~”

Kututup pintu kamar, menguncinya.

Mengunci hatiku sendiri. Menahan seluruh perasaan yang meluap. Saat isakanku tak tertahan, aku menjauh dari pintu menuju kasur. Tak langsung berbaring, duduk dan bersandar di atas kasur, dan membiarkan air mata mengalir.

Karena menyukai seseorang membuat perasaan ini sakit. Karena alasanku menyukaimu membuatku sakit. Tak bisakah aku menyukaimu, berada di sampingmu? Kumohon, beri aku kekuatan untuk menghadapi perasaanku sendiri...

Kini, yang ada dalam pikiranku hanya sebuah lagu yang terputar. Sebuah lagu dari miwa, judulnya kataomoi. Menceritakan perasaan seseorang yang menyukai orang yang telah dekat dengannya namun perasaan itu tak tersampaikan dan berharap suatu saat nanti perasaan itu terucapkan dan terbalaskan.

Kata suka itu sangat mudah ditulis, kunyanyikan tema cinta. Namun sebenarnya menyatakan perasaan suka pada seseorang itu sangat sulit. Berharap perasaan tersampaikan namun tak bisa. Orang itu tak akan pernah tahu perasaanmu sebelum kau mengatakannya. Seperti orang bodoh yang menanti awan membawa terbang. Hal itu tak mungkin. Yang mungkin hanyalah mencintainya dan tak berharap ia membalas. Dengan begitu kehangatan menyelimuti diri namun air mata akan tetap mengalir...

Menyukai seseorang bukanlah hal yang salah.

 


Yuka mulai bangkit dari sofa, mengemasi barang dan pakaiannya dibawa ke kamarnya. Ia tinggalkan saja gelas yang kosong dan bungkus coklat di atas meja. Bukannya sengaja, tapi ia tahu Yuhi akan membereskannya esok pagi. Ia hanya terlalu lelah untuk membuang sampah maupun mencuci gelas itu.

Ia membuka pintu kamarnya, menutupnya "ia tak pernah mengunci kamarnya karena ia tahu Yuhi akan susah membangunkannya esok dan ia juga tahu gadis itu tak akan pernah berbuat jahat dalam hal apapun padanya. Lalu berbaring setelah melepaskan jaketnya yang dibiarkan terletak di lantai.

Mencoba untuk menutup mata, namun bayangan Sasaki Aki tetap terlihat dengan jelas. Wajahnya yang cantik, rambut pirang panjang dan bibirnya yang tipis tampak mempesona saat tersenyum. Siapa saja akan menyukainya, tak hanya karena wajahnya namun juga karena sikapnya yang ramah.

Aku tak bisa melupakan perasaan ini.

Yuka menghela nafas. Walau kau telah memilih lelaki lain yang akan mendampingi hidupmu selamanya...

‘Tentu saja. Setiap orang pastinya pernah merasakan rasa suka pada seseorang...’

Kata Yuhi terngiang di kepala Yuka. Ia menutup matanya dengan lengan kanannya.

Tentu saja! Aku ini bodoh menanyakan hal itu pada Yuhi. Ia pasti teringat perasaannya pada seseorang, walau aku tak tahu siapa. Mendengar ucapannya tadi, ia tentu saja pernah merasakan hal yang sama denganku. Tak hanya kami berdua, semua orang.

Tiba-tiba saja Yuka teringat ancaman dari Takahashi Takeru, aktor yang lebih tua darinya dua tahun itu tanpa basa-basi menyatakan perasaannya pada manajer barunya itu. Yuhi sangat terkejut saat itu. Ia tak pernah membayangkan akan mendengarkan perasaan seorang pria padanya.

 

“Bagaimana perasaanmu dengan Asahira? Kalian akan selalu berdua, sebagai manajer dan artis. Apa kau tak akan merasa perasaan aneh berdua dengan seorang gadis yang lebih muda darimu? Seorang gadis yang masih kuliah.”

“Jika kau melukai perasaannya, aku tak akan segan-segan menariknya masuk dalam duniaku. Aku akan melakukan apa saja demi dia, karena ia sangat berbeda dari gadis yang pernah kutemui. Jika kau yakin tak memiliki perasaan pada manajermu itu, sebaiknya kau tentukan secepatnya sebelum ia jatuh dalam perasaannya sendiri. Seorang perempuan akan mudah jatuh hati pada kebaikan seorang pria.”

 

Apa maksud perkataanmu itu, hah? Seperti aku telah mempermaikan Yuhi. Kenyataannya karena sebuah insiden, ia kehilangan kepercayaan dari perusahaan yang memberinya beasiswa, ia kehilangan tempat tinggal dan tak tahu kemana akan berteduh. Karena salahku juga, aku hanya bertanggungjawab dengan apa yang terjadi padanya. Ia tak pernah kusuruh menjadi pembantu, tapi ia hanya membersihkan apartemen dengan kehendaknya. Membuatkan sarapan, makan sehari-hari, mencucikan baju, menyetrikanya, membuatkan jadwal kegiatanku, mengajariku bahasa Inggris, mendengarkan curhatku...

Tiba-tiba saja wajahnya memerah. Ia bangun, dengan posisi duduk bersandar di ranjangnya.

Ia... ia hanyalah manajer bagiku, yang kebetulan numpang, hanya itu!

Yuka mengingat kembali mulai dari awal ia bertemu dengan gadis muslim itu. Awalnya ia hanya gadis pemalu dengan penutup kepala dan baju yang longgar serta rok yang tak pernah berganti dengan celana jeans. Karena insiden itu, ia terpaksa meninggalkan kebiasaan itu dan menjadi gadis normal seperti kebanyakan ia lihat. Dengan rambut tergerai sebahu yang sesekali diikat kebelakang, atau dihiasi dengan jepit rambut. Yuhi menggantikan manajer sebelumnya dan karena tak ada uang untuk mengontrak apartemen kecil untuk sementara ia menginap dengan penyanyi yang ia sukai itu tanpa diketahui publik. Hampir setahun masih tetap menjadi rahasia mereka berdua. Dengan begitu, Yuhi yang nama aslinya Aira itu tetap bisa kuliah di negara Sakura tersebut, tanpa orangtuanya mengetahui masalah yang dihadapinya.

Perasaanku terhadap Yuhi, kah? Aku tak pernah memikirkan hal itu. Karena... ia selalu ada di sampingku, mungkin karena itu aku tak pernah takut akan ia pergi dari sisiku...

 

“Setelah lulus, apa rencanamu?”

“Hmm... mungkin aku akan mencari pekerjaan di sini. Jika tak dapat, aku akan balik ke Indonesia. Lagi pula, jika lulus yang pastinya aku akan balik ke Indonesia dulu, aku sangat merindukan ayah dan ibuku di rumah!”

 

Jika ia lulus, ia akan balik ke negara asalnya. Jika hal itu terjadi... ia tak akan ada di sisiku? Apa aku akan sedih? Tentu saja! Pasti akan merepotkan mencari manajer baru. Itu pasti...

Yuka kembali menghela nafas panjang, menutup keduamatanya dengan telapak tangan kanannya yang lebar. Mengelus mukanya, lalu menampung dagunya. Kepalanya sangat sakit untuk berpikir tentang gadis.

Sudah sekian lama aku tak merasakan keresahan seperti ini, menyukai seorang gadis namun ada seorang gadis yang ada di sampingku. Hey, apa Yuhi menyukaiku? Tentu saja, ia adalah fans terbesarku. Yang aku takutkan adalah... ia melihatku sebagai seorang laki-laki, bukan penyanyi yang ia kagumi.

Jika itu terjadi. . . tak mungkin!

Benar, bukan?

 

*-------------------------------------*

© 2014 Aga ALana


Author's Note

Aga ALana
ini cerita galau alias sedih pertamaku! berdasarkan lagu yang kudengar ^w^ khukhuu~
songs: Kataomoi (miwa), Lonely Rain (Matsushita Yuya), Namidairo (YUI).

My Review

Would you like to review this Story?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

232 Views
Added on October 7, 2014
Last Updated on October 7, 2014
Tags: romance

Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana