2_In the Tranquility PlaceA Chapter by Aga ALanaPerjalanan Kai dengan anak-anak yang lainnya berjalan dengan aman. Kapal selam mini mereka mengitari pulau dan melewati sungai menuju hutan. Tak berapa lama, setelah Rian berpikir keadaan di luar aman, ia mengontrol kapal untuk mengapung lalu mengeluarkan kaki kapal hingga bisa berjalan keluar dari hutan menuju sebuah rumah yang sederhana namun luas, begitu pula halamannya. Saat akan memasuki pekarangan halaman rumah orang itu, Rian memberikan sinyal pada keamanan rumah itu hingga ia bisa masuk dan ‘memarkirkan’ kapal berbentuk robot itu di halaman belakang rumah. Membukakan pintu hingga anak-anak yang ada di dalamnya keluar, dibimbing oleh Ruri "gadis yang sama besar dengan Rian, menuju pintu masuk rumah tersebut untuk menemui pemilik rumah. Sedangkan Rian memasukan kapal-robotnya ke dalam garasi di bawah tanah. Pemilik rumah itu adalah seorang wanita tua namun rupanya tampak masih cantik. Wanita itu menyambut mereka dengan suka cita. Ia tak perlu lagi bertanya tentang kedatangan mereka ke rumahnya, ia tahu bahwa kondisi ini akan terjadi dan ia tahu posisinya dan juga tugasnya yang akan ia lakukan, menjaga anak-anak yatim-piatu ini. “Selamat datang dikediaman nan damai ini, anak-anakku. Anggaplah seperti rumah sendiri,” sambut wanita pemilik rumah itu. “Terimakasih, Ibu Ramius, atas sambutannya dan keterbukaan hati Anda menerima kami. Kami tak tahu harus berkata apa selain kata terimakasih,” kata Ruri mewakili anak-anak yang lain. “Aku tahu hal ini akan terjadi, walau aku tak menginginkan hal ini terjadi,” katanya sedih. “Kira telah membayangkan kejadian hari ini akan terjadi sebelumnya, dan aku tahu itu. Dan, yang mana anak-anaknya Kira? Aku telah lama tak bertemu dengannya.” “Ah, kalau soal itu...” Ruri melihat kiri-kanan, ia menemukan Kai yang ada di sebelah kanan belakangnya dan Yula yang ada di belakang sekali bersama Amane. Ia memanggil keduanya untuk ke depan. Wanita itu, yang dipanggil dengan Ramius tersenyum hangat pada Kai dan Yula, ia sangat senang bertemu dengan anak-anak teman rekan timnya. Melihat wajah kedua anak itu, mengingatkannya akan masa lalu dan sangat bernostalgia. Kai yang memiliki ketampanan ayahnya dan mata ibunya, sedangkan Yula yang mewarisi kecantikan ibunya. Sangat nostalgia akan kedua orang itu. Ramius merunduk, mengusap kepala dan pipi Kai dan Yula secara bersamaan. “Ternyata, kamu sudah besar ya, Kai. Dan si kecil, Yula-chan, salam kenal, nak. Apa kamu bingung dengan ku?” Yula menggangguk, ia masih malu-malu untuk bersuara. Kai pun begitu, walau ia ingat dengan Ramius "karena ia sempat melihat foto-foto ayah dan ibunya dulu. “Tak apa. Nanti kita akan bicara banyak hal. Dan jangan khawatirkan apa yang terjadi hari ini. Mari kita semua masuk,” Ramius mengajak Kai, Yula dan anak-anak yang lain untuk masuk dan beristirahat di dalam rumahnya. Yula menarik lengan baju Ramius, “Ayah gimana?” kata Yula cemas. “Apa kamu khawatir dengan ayahmu?” Yula menggangguk. “Aku pun begitu, nak. Ia telah ku anggap sebagai saudaraku sendiri. Aku juga berharap ia akan datang ke sini secepatnya. Tapi Yula, aku ingin mengatakan ini padamu, walau agak berat, selalu percaya pada ayahmu, apa pun yang ia lakukan. Doakan ia selalu agar selalu dilindungi Tuhan, dan percaya akan ia kembali padamu.” Ramius memberikan semangat pada Yula. Ia tahu, anak sekecil Yula harus diberi dukungan moral agar kedepannya ia tak khawatir dan menjadi lemah, ia tak menginginkan hal itu terjadi, juga tidak bagi Kira. Kira telah memberikan kepercayaan padanya akan Kai dan Yula, dan juga anak-anak asuhan itu. Ya, tungasnya menjaga dan melindungi anak-anak, bibit masa depan negara dan dunia. “Ya, Yula percaya, percaya akan ayah akan baik-baik saja. Ia pasti pulang!” “Hm! Kalau begitu, mari masuk ke dalam. Apa kamu ingin mendengarkan cerita pahlawan masa lalu sambil menikmati secangkir susu hangat? Ah, iya, ibu juga punya cemilan.” “Hm! Mau. Makannya sama yang lain juga, ya.” “Tentu!” Mereka semua masuk ke dalam rumah. Sebelumnya juga telah ada beberapa anak-anak yang telah tinggal di sana, memberikan arahan dan menunjukkan ruang tidur bagi mereka semua. Mereka berbaur dengan cepat dan saling berbicara dengan ringan. Begitu pula dengan Kai. Malam pun tiba dan mereka makan malam bersama. Dengan hidangan seadanya, namun sangat cukup bagi semua anak itu. Mereka bersyukur akan masih adanya tempat bagi mereka tinggal di dunia yang masih belum damai sama sekali. Ya, perang masih terus berlanjut meski selama beberapa tahun lamanya tak begitu terlihat oleh penduduk dunia. Hanya para pemimpin negara. Hanya mereka. Hari pun semakin larut. Semua anak sangat terkontrol dan tahu akan waktu tidur bagi mereka. Mereka tidur dengan berbagi tempat tidur bahkan selimut mereka. Ramius dan anak-anak yang lebih dewasa menjaga mereka dan mengawasi, mematikan lampu kamar agar tidur mereka nyenyak. Saat di kamar perempuan, Ruri melihat Yula yang belum tidur. Gadis kecil itu menatap ke arah luar jendela. Ruri tahu, Yula sangat menghawatirkan ayahnya. Dan ia pun tahu, perasaannya sama dengan Yula walau ia bukan anak kandung Kira, tapi ia sangat menyayangi Kira seperti ayah sendiri. Tak ada yang menjaga mereka semua dengan baik selama ini setelah perang kecuali Kira dan istrinya. “Aku telah membujuknya untuk tidur, tapi...” “Tak apa, Amane. Aku tahu.” Ruri mendekati Yula, mengelus kepalanya. “Tak bisa tidur, Yula-chan?” tanya Ruri. Yula mengangguk. “Apa kamu ingin kakak menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur, atau bercerita?” “Kak Ruri, boleh tidak Yula keluar sebentar? Hanya di beranda saja,” pinta Yula. “Kamu tahu ‘kan, di luar dingin, sayang,” bujuk Ruri. “Tapi aku ingin,” Yula mulai merengek. “Haa, baiklah.” Ruri tak bisa menolak permintaan Yula, apalagi dengan wajahnya yang berbelas kasihan itu. “Tapi pakai sweatermu, ya. Dan kakak temani.” Yula senang. Ia memakai sweaternya, membuka jendela kamar yang ada di lantai satu. Tapi secepatnya ditutup oleh Ruri karena takut angin malam yang dingin masuk, membangunkan anak-anak yang lainnya. Amane kembali ke tempat tidur. Ruri juga memakai sweaternya. Malam ini sangat dingin meski tak musim dingin. Dari atas, ia melihat Kai berada di luar. Ia sangat kaget, tapi ia tak bisa meninggalkan Yula sendirian di sini. Ia memutuskan untuk mengawasi dari atas saja dan karena Kai hanya duduk di air mancur yang ada di tengah halaman depan. Menatap langit malam yang kelam, tak ada bintang. Ruri tahu, apa yang Kai rasakan saat itu, karena semua anak-anak merasakannya, terutama Yula. Ia tak ingin mengganggu Kai.
Konna
ni tsumetai tobari no fukaku de, anata wa hitori de nemutteru. Inori no utagoe
sabishii nohara wo, chiisa na hikari ga terashiteta. Anata no yume wo miteta, kodomo
no you ni waratteta, natsukashiku mada tooku, sore wa mirai no yakusoku. Itsuka
midori no asa ni, itsuka tadoritsukeru to, fuyugareta kono sora wo, shinjiteiru
kara
Kaget bukan main, Ruri tak percaya dengan apa yang ia dengar. Lagu itu, ya! Lagu itu tidak asing lagi baginya. Sudah sangat lama ia tak mendengarkan lagu itu. Dan, paling membuatnya terkejut adalah orang yang menyanyikannya, Yula. Gadis kecil itu menyanyikan sebait lagu yang telah lama tak terdengar dimana pun lagi. Kenapa Yula tahu lagu itu? pikir Ruri tak percaya. Dengan suara anak-anaknya Yula, ia dapat menyanyikannya dengan lembut dan membuat siapa saja mendengarnya merasa tenang. Ya, itu yang dirasakan Ruri dan anak-anak perempuan yang tidur di kamar itu. Mereka terbangun dengan suara Yula. Namun saat tahu siapa yang menyanyikannya, mereka kembali tidur "sebagian menitikkan air mata namun ada yang menahannya keluar, hingga tertidur nyenyak. Yula, suatu saat nanti, aku yakin ia akan sama seperti ibunya, gumam Ruri. Ia tersenyum. Kai yang ada di bawah, dimana pancuran air itu tak jauh dari rumah dan dengan bantuan angin malam, ia mendengarkan lagu itu. Sebenarnya ia tak tahu lagu itu sama sekali, tapi ia tahu siapa yang menyanyikannya. Walau ia selalu merasa kesal saat melihat adiknya, tapi ia masih memperhatikan adiknya dari jauh. Ia tahu bahwa Yula memiliki suara yang indah, sama dengan ibunya. Dan itulah yang membuatnya tak bisa menahan air mata.
Umarete
kita hi ni dakishimete kureta, yasashii ano te wo sagashiteru. Inori no utagoe
hitotsu kiete mata hajimaru, tayorinaku setsunaku tsuzuku. Itsuka midori no asa
e, subete no yoru wo koete, sore wa tada hitori zutsu, mitsukete yuku basho
dakara. Ima wa tada kono mune de, anata wo atatametai, natsukashiku mada tooi
Ruri ikut menyanyi, namun dengan suara pelan mengikuti Yula yang berdendang dengan riang namun tenang. Entah kenapa ia tahu lagu itu, yang pasti baginya itu adalah sebuah warisan baginya. Yang tak pernah melihat wajah ibunya, namun ia merasa ibunya selalu ada disampingnya, memeluknya dan membisikkan apa pun, terutama lagu itu. Setelah perasaannya merasa tenang, Yula merasa ngantuk dan meminta masuk. Dengan senang hati Ruri mengendong gadis kecil itu dan membawanya ke kasur untuk tidur. Hari itu, Yula tertidur dengan nyenyak dengan setitik air mata keluar dari kedua matanya yang telah tertutup. Dan Kai, sejak Yula selesai bernyanyi, ia juga kembali masuk ke dalam. Di sana, Rian telah menunggunya, mengantarnya ke kamar tanpa berkata apa pun. Yah, hari ini adalah hari yang paling berat bagi anak-anak itu. “Dan aku berharap, mereka dapat menjalani hari-hari kedepan dengan tegar,” harap Kira di suatu tempat.~to be continued © 2014 Aga ALana |
StatsAuthorAga ALanaPadang, Padang, IndonesiaAboutHi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..Writing
|