Chapter 10: To Inter High (END Chapter)A Chapter by Aga ALanaPertandingan Inter High akan berlangsung beberapa hari lagi! Apa kamu siap untuk bertanding? SEIRIN FIGHT!Dua hari yang lalu setelah pertandingan street basketball... Sore menjelang malam... “Haruhi-chan, daijoubu? Wajahmu tampak pucat.” Yuko gelisah menatap sahabatnya itu. “Memang iya, ya? Ah, Yuko-chan mungkin salah lihat saja!” kata Haruhi memaksakan tertawa. “Mungkin karena pantulan cahaya sore.” “Ha-Haruhi!!” Yuko memegang Haruhi yang akan jatuh. Haruhi memegang kepalanya, terasa pusing dan pandangannya semakin memudar. Ia tak mengerti akan kondisi tubuhnya. “Kamu terlalu memaksakan diri saat pertandingan tadi!” cemas Yuko. Apa benar? Haruhi tak pernah merasakan tubuhnya begitu berat setelah bermain. Apa benar kata temannya itu? Ia memang memaksakan diri dalam pertandingan agar teman-temannya merasa senang dan juga mengakuinya, ia merasakan hal itu jauh di dalam pikirannya. Ya, ia ingin diakui lagi. Haruhi mencoba untuk tetap berdiri dengan dibantu Yuko, ia mencoba tetap kuat, ia tak ingin terlihat lemah dihadapan sahabatnya. Haruhi ingin mengatakan kalau ia baik-baik saja. Namun kenyataannya berbeda. Setelah sekian lama ia tak berlatih, tubuh Haruhi memang tak bisa bermain terlalu lama apalagi menggunakan seluruh kemampuannya. Ia tahu bahwa ia telah memaksakan dirinya bermain hingga akhir dan membiarkan tubuhnya tetap kuat berdiri setelah mereka berpisah pulang. “Yuko, gomen, sepertinya aku tak kuat lagi jalan,” kata Haruhi lemah. “Eeh?” Yuko kaget. Ia ingin saja memarahi Haruhi yang terlalu memaksakan diri namun setelah itu ia pingsan. Seluruh tubuh Haruhi berkeringat dan wajahnya sangat kemerahan karena suhu tubuhnya yang panas. “Hua! Haruhi-chan! Kalau pingsan lihat kondisi dulu dong! Waduh, gimana caranya ngendong kamu? Badanku lebih kecil darimu~!” rengek Yuko. Ia bingung, sudah bawa tasnya sendiri, ia membayangkan harus menggendong Haruhi juga tas temannya di depan. Dengan tubuh Haruhi yang lebih tinggi darinya, tentunya ia bakal kewalahan. “Moo, Haruhi-chan wa baka~ omoi yo! Shimatta![1]” Dengan mengarahkan seluruh tenaga, Yuko menggendong Haruhi sampai ke rumah Haruhi. Setiba di depan pintu, Yuko terpaksa membuka pintu tanpa permisi terlebih dahulu karena ia tak punya tenaga lagi untuk meneriaki orang rumah. Yuko membawa Haruhi masuk dan mereka berdua terjatuh di beranda dalam rumah. Bruuk! Kegaduhan itu membuat ibunya Haruhi yang ada di ruang tengah kaget. Ia bertambah kaget dengan suara Yuko yang tersengal-sengal minta tolong. “Mihwa-chan! Thohong, hawuh, whak kuhat hagi, hah-haah, haoo, hawua oang di rumhah?” “Yu-chan!” kaget ibunya Haruhi. Ia bertambah panik saat melihat anaknya yang tak sadarkan diri di samping Yuko yang terlentang, mencoba mengambil udara. “Hah, huntung hawua Nhaokhi-han,” katanya lega. Ia menunjuk Haruhi, “Hauhi, Hauhi hingsan,” ia masih tak bisa bicara dengan baik. Yuko mencoba duduk dan bersandaran, ia mengambil botol minumannya, ia meminum air yang masih tersisa. Mengatur napasnya agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Ia kira jantungnya akan copot dan mati mendadak karena menggendong sahabatnya yang pingsan. Tak lama Mika menuruni tangga karena penasaran dengan suara gaduh di depan rumahnya. Ia sangat kaget melihat Haruhi dan langsung menolong ibunya membawa Haruhi ke kamarnya. “Lha, kok aku ditinggal?” kesal Yuko yang masih tak bisa bergerak sama sekali. “Aah, Mika-chan, Naoki-san, bantu aku juga~!!”
Esok harinya... Haruhi membuka matanya, melihat sekelilingnya. Yang terlintas dalam pikirannya pertama kali ialah ia berada di kamarnya, ia tahu persis kamarnya seperti apa. Kedua, ia bertanya sejak kapan ia tertidur di kamarnya? Dan apa ia telah mengerjakan pr-nya. Ia melihat jam kecil yang ada di atas meja yang ada di samping kasurnya. Jam sebelas. Haruhi bangun, terkejut, “Hah? Jam sebelas??” Namun satu setengah detik kemudian ia kembali jatuh ke kasurnya. Ia memegang keningnya yang panas. Kompres yang harusnya di keningnya jatuh ke atas kakinya. Ia berusaha mengambil kompres itu kembali dan meletakkannya ke atas keningnya. Lalu jam kecil itu diletakkan di lantai. Ia baru sadar kalau dia pingsan di tengah jalan ke rumah, dan ia sadar akan kondisi tubuhnya yang panas. Ia demam. “Siapa yang buat surat absenku, ya? Apa Mika-ne?” tanya Haruhi pada dirinya sendiri. Ia melihat ke arah jendela, di luar cuacanya sangat cerah. “Haruhi-chan, sudah bangun ternyata.” Ibu masuk ke dalam kamar Haruhi. Ia sangat lega melihat anaknya yang telah bangun. Ia mendekati anaknya itu, memegang kening Haruhi. “Masih panas,” katanya sembari mengganti kompresnya Haruhi. “Apa kamu lapar? Ibu sudah buat bubur,” hibur ibu. Haruhi hanya mengangguk. “Oh iya, bu, siapa yang bawa Haruhi pulang?” “Siapa lagi kalau bukan Yuko,” jawab ibu dengan wajah iba. “Kau tahu, Yuko berusaha mati-matian menggendongmu sendirian pulang ke rumah, sampai-sampai ia terlihat hampir mati. Bisa kamu bayangkan bagaimana ia menggendongmu?” Haruhi mencoba membayangkannya, ia mulai tertawa, “taihen da yo ne?[2]” “Setelah membawamu yang pingsan pulang, ia pun pingsan setiba di rumah,” kata ibu sedikit bercanda. “Ia seperti ikan kakap saat bicara!” Haruhi tertawa, ia bisa membayangkannya. “Sebaiknya, setelah sembuh Haruhi harus berterimakasih pada Yuko,” ibu menasehati. Haruhi mengangguk. Ibu pergi ke luar kamar sebentar untuk membawakan Haruhi bubur. Dengan manja, Haruhi meminta ibu menyuapinya. Setelah makan dan minum obat, Haruhi kembali berbaring untuk tidur.
Dua hari kemudian... “Ha~ruhi~chaan!” sapa Nami, teman sekelas Haruhi, saat melihat Haruhi masuk ke kelas. Nami langsung memeluk Haruhi, dan Haruhi langsung menghindari serangan itu. “Moo, padahal aku khawatir kamu absen dua hari,” katanya sedih. Haruhi mencibir ke Nami, “Kalau begitu maaf telah membuatmu cemas.” “Ohayou,” sapa Tora yang baru tiba di kelas. “Syukurlah akhirnya kamu masuk sekolah juga.” “Benarkah?” heran Haruhi. “Asal kau tahu saja, kemarin aku jadi bahan perbulian Aida-san-tachi. Pelatih marah padaku karena gak ngabarin dia kalau kamu absen. Menyeramkan!” kata Tora sambil merinding disko. “Haha... yang sabar, ya, nak~!” hibur Haruhi sambil menepuk-nepuk punggungnya Tora keras hingga ia batuk-batuk. “Oh..hoo.... Ada apa ini? Kalian begitu akrab?” sindir Nami melihat kearaban Haruhi dengan Tora. “Gak kok, biasa saja,” jawab Haruhi polos. “Kan, kita satu tim. Ya, ‘kan, Kazegawa-kun!” tambahnya dengan mengacungkan ibu jari pada Tora. “Satu tim? Kamu ‘kan gak main,” ejek Tora. Haruhi memukul keningnya sendiri, “Oh, iya, aku ‘kan manajer! Ha...haa...” Ia lupa kalau ia taklah anggota tim basket Seirin melainkan sebagai manajer. Hanya karena permainan hari Minggu kemarin, ia merasa kalau ia adalah bagian dari tim. Andai, ungkap Haruhi dalam hatinya yang terdalam. Mereka pun duduk ke bangku masing-masing karena jam pelajaran pertama akan segera dimulai. “Nami-chan, setelah pulang nanti aku pinjam catatanmu dari dua hari yang lalu, ya,” pinta Haruhi pada Nami yang duduk di depannya. Langsung, Nami mengeluarkan catatannya dan diberikannya pada Haruhi. “Ini semuanya sudah aku persiapkan! Baikkan, aku?” katanya bangga. “Huaa... aku terharu!” kaget Haruhi, “Arigatou, Nami-chan!” Haruhi merasa senang karena ia tak sempat mengirim email pada Nami untuk meminjam catatannya tapi Nami sudah persiapkan sebelumnya. “Doiteshimashite~[3]” balas Nami. Ia tahu saja kalau Haruhi bakal meminjam catatannya. Yah, siapa lagi yang bakal ia mintai kecuali Nami yang sangat cekatan dalam mencatat, apalagi catatannya selalu lengkap. “Oh, iya, Fukushima, aku heran kenapa kamu tak bermain basket lagi, kalau iya kamu salah satu Five Queens?” kata Tora heran, ia baru teringat apa yang ingin ditanyainya pada Haruhi di hari pertandingan yang lalu. “Queens... apa?” heran Nami yang tak sengaja mendengarnya. Haruhi menjadi bingung menjelaskannya. “E...to. Kazegawa-kun, aku tak bisa menjelaskannya di sini, mungkin di lapangan saja saat latihan?” elak Haruhi. Tora mengangguk, “Wakatta![4]” Ia pun berlalu ke tempat duduknya. “Kamu pernah main basket?” kaget Nami. “Saat SMP,” jawab Haruhi singkat dengan senyum melebar yang dibuat-buat berkali-kali. “Kenapa tak pernah cerita?!” “Sengaja.” “Nande da yo?[5]” Nami merasa agak kesal karena baru tahu kalau Haruhi pernah bermain basket. Sesaat Nami berpikir, berarti Haruhi juga pernah masuk tim basket perempuan di sekolahnya lalu pernah ikut bertanding. “Chotto, himitsu ga aru. . .[6]”
Jam pulang sekolah... “Konnichiwa~!!” sapa Haruhi pada seluruh anggota tim basket Seirin yang ada di lapangan basket. Mereka akan segera latihan. “Sudah baikan, manajer?” tanya anggota yang lain. “Hai’! Maaf telah membuat cemas!” kata Haruhi sambil membungkuk sedikit. “Kinishinai, kinishinai![7]” jawab yang lain. “Okaeri, manajer,” sapa Kuroko yang baru masuk lapangan, disusul Kagami. “Konnichiwa, Kuroko-senpai,” balas Haruhi tersenyum, “Kagami-senpai mou!” Kagami langsung menghampiri Haruhi. BLETAK! “ITTAII!![8]” teriak Haruhi. Ia mengelus kepalanya yang dijitak oleh Kagami. “Ini balasan buat kemarin!” kesal Kagami. “Kalau mau bercanda, lihat kondisi dulu!” Haruhi pura-pura ingin menangis, lalu berlindung di belakang Kuroko sambil mengisap jempol kanannya. “Senpai...,” rengeknya pada Kuroko. “Kagami-kun, tak baik membuat seorang gadis menangis,” nasehat Kuroko. “Gadis? Kau pikir dia itu seorang gadis?! Bagiku dia hanya seorang bocah pencari masalah!!” kesal Kagami sampai ke puncaknya. “HIDOI YO![9] HUEEE...!!” Tangis Haruhi bertambah menjadi saat ia lihat Aida Riko masuk ke lapangan. “Riko-ne~chaa""” “Hentikan aktingmu, Haruhi!” bentak Riko sambil berkacak pinggang. Haruhi yang tadinya berlari ingin memeluk Riko dan mengadu pada satu-satunya senpai perempuannya, terhenti dan mematung di posisi. “Ha..hai’...” Haruhi berhenti menangis langsung. Malah sebaliknya, ia hampir ingin menangis benaran saat dimarahi Riko! Riko menghampiri Haruhi. “Aku sudah menonton video rekaman pertandingan kalian semalam. Jadi bagaimana?” Haruhi bingung, “Apanya?” “Identitasmu? Rahasia yang kamu umpatkan dari para senpai-mu. Ichinen-tachi sudah tahu kalau kamu salah satu dari Five Queens, bukan?” “Ee...[10]” Pada akhirnya tak ada yang bisa dirahasiakan. Sebenarnya Haruhi bukanlah penjaga rahasia yang handal, setidaknya untuk rahasia dalam dirinya. Ia juga tak bisa berbohong dalam kehidupannya tentang dirinya yang sebernarnya. Ia telah berpikir, suatu saat nanti pasti bakal ia beritahu yang sebenarnya pada anggota timnya itu, terutama pada para senpai yang ia hormati. Riko berjalan mengarah ke Hyuuga, ia menitipkan microSD berisi video pertandingan para ichinen dan Haruhi. Ia sengaja memberikannya pada Hyuuga karena sang kapten perlu tahu juga yang sebenarnya, walau Hyuuga sendiri tak mengerti maksud Riko apa, ia hanya mengambil kartu memori itu, menyimpannya dan berjanji akan menontonnya malam nanti dengan anggota yang lain. “Minna-san, bisa berkumpul sebentar?” pinta Haruhi. “Ada apa?” heran sang kapten. Dengan perasaan gugup, Haruhi mencoba memberanikan diri untuk bicara. Inilah waktunya, pikirnya. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan pada kalian semua.” “Gak lagi mau ‘berdiri sambil ngelawak’, bukan?” canda Kazegawa. “Aah, bukan! Aku lagi serius.” Mereka pun berkumpul ke tepi lapangan. Riko berdiri di samping Haruhi, memberinya persetujuan untuk bicara. “Beri Haruhi kesempatan bicara,” kata Riko tegas. Barulah mereka berhenti bercanda dan memperhatikan Haruhi. “Aku...ingin memperkenalkan diri...sekali lagi,” kata Haruhi gugup. “Hah? Maksudnya?” heran yang lain. “Sudah kubilang, dengar saja Haruhi bicara!” kesal Riko. Yang laing terdiam. Haruhi mulai bicara, ia membungkuk salam perkenalan, “Perkenalkan, namaku Fukushima Haruhi, dari kelas 1-C. Aku pernah bersekolah di Sakura Gakuen dan juga... pernah menjadi salah satu tim inti di tim basket perempuan yang ada di sana.” Para senpai kebingungan dengan perkenalan Haruhi. Mereka masih belum mengerti, kecuali anak-anak kelas satu dan juga Kuroko. “Mu..mungkin teman-teman dari kelas satu sudah tahu aku ini siapa, tapi senpai-tachi belum sama sekali kecuali Aida Riko-san. Pernah dengar Five Queens dari Tokigawa-kun, bukan? Mereka menyebutnya sebagai Kiseki no Sedai versi perempuan. Yah, itu benar! Sang kapten yang dijuluki sebagai sang ratu, the Queen, lalu empat orang lainnya yang mewakili nama musim. . . . Haru! Musim dimana bunga sakura bermekaran, awal dari setiap cerita. Haru... itu... panggilanku bagi Utsushina Rihara-san, sang ratu. . . .” Diam. Mereka mencoba memahami apa yang baru saja dikatakan oleh Haruhi di depan mereka semua. Haruhi menunggu respon dari para senpai-nya itu. “Jadi maksudnya?” heran Koganei Shinji. Tokigawa yang tepat berada di samping Mitobe menjawab dengan nada riang, “Maksudnya, ia salah satu dari Five Queens tersebut!” Perkataan Tokigawa terdengar oleh semuanya, lalu saling menatap, terakhir beralih mata mereka ke Haruhi. “Eh...HHEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEHH??” Tiba-tiba saja Riko tertawa, ia tak menyangka respon teman-temannya yang ternganga begitu lucu dilihat, terutama Hyuuga dan Kagami. “Kalian semua terlalu berlebihan,” kata Riko mencoba menahan tawa. “Tentu saja mengejutkan,” timpal Hyuuga tak percaya, “Dari penampilan luar, ia terlihat seperti gadis SMA biasa. Tentu saja kami terkejut saat tahu kalau Fukushima salah satu dari Five Queens itu.” “Saat bertanding, kami juga kaget,” tambah Tora, “Senpai coba saja tonton rekaman permainan kami, pasti bakal terkejut kalau yang main itu bukanlah Fukushima yang kita kenal, melainkan sudah layaknya pemain profesional sungguhan,” pujinya. Haruhi yang mendengarnya menjadi malu, pipinya memerah. “Arigatou.” “Lalu setelah ini bagaimana?” tanya Kuroko tiba-tiba. “Apa kamu akan kembali ke lapangan?” “Benar juga!” ingat Hyuuga, “Kenapa kamu tak melanjutkan permainanmu di SMA?” “Ano ne, Hyuuga-senpai, di Seirin ‘kan gak ada tim basket perempuan,” jawab Haruhi. “Oh, iya,” Hyuuga baru ingat kalau Seirin baru punya tim basket dua tahun yang lalu. “Lalu, kenapa kamu berhenti bermain?” “Agak berat.... Agak berat untuk dijelaskan. Ada beberapa alasan yang membuatku berhenti bermain.” Tampak raut wajah Haruhi berubah sedih. Ia ingin menjelaskan tapi jika dijelaskanpun ia tak mau membuat orang lain menatap iba padanya. Ia mencoba tegar, mencoba untuk tetap tersenyum. “Tapi yang jelas, aku di sini akan tetap sebagai manajer tim basket Seirin! Aku akan mendukung kalian untuk menjadi pemenang di Inter High tahun ini, dan kembali menjadi yang pertama di Winter Cup! Kita akan buktikan kalau kemenangan itu bukanlah sebuah keberuntungan melainkan hasil latihan keras kita semua!” Ketegaran hati Haruhi membuat semua anggota tim tersentuh. Mereka sangat menghormati jawaban dari manajer mereka itu. Perasaan Haruhi menjadi lebih ringan setelah mengungkapkan jati dirinya. Setidaknya tak ada lagi rahasia ia siapa saat SMP dulu. Dan rasanya ia bisa lebih dekat dengan timnya dan lebih terbuka dalam hal perbasketan. “Tapi... apa kamu gak kangen untuk bermain?” canda Hyuuga mencairkan suasana. Haruhi mengangguk. “Tentu saja! Boleh aku bermain sebentar?” pinta Haruhi. Hyuuga menaikkan pundaknya, “Tentu saja.” Bola yang ada di tangannya diberikan pada Haruhi. Haruhi pun men-dribble bola ke tengah lapangan, yang lain memperhatikannya. Setelah dribble, ia mulai berlari sedikit membawa bola, lalu bersiap memasukkan bola ke ring dengan posisi three point. Eh?! Itu ‘kan burrier jump-ku! Kaget Hyuuga dalam hati. Senpai-tachi pun juga terkejut melihat Haruhi bisa menggunakan gaya khusus three point milik Hyuuga. Kok bisa? “Ke..kenapa Fukushima meniru gaya permainanku?” heran Hyuuga. “Bukan hanya gaya permainanmu yang bisa ia tiru. Setelah selama ini dia memperhatikan kalian, semua gaya permainan kalian bisa ia tiru dengan mudah. Termasuk missdirection milik Kuroko. Huh, aku sendiri juga heran melihat rekaman pertandingan mereka,” jelas Riko. “Apa?? Missdirection-nya Kuroko bisa ia tiru??” kaget Hyuuga. “Heh?” Kuroko kaget belakangan mendengar hal itu. Baru pertama kalinya ada yang bisa meniru missdirection-nya itu, bahkan Ryouta Kise sang copier terhebat pun tak bisa menirunya. Missdirection hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. Haruhi mendengar penjelasan Riko, ia berpikir untuk sedikit pamer. Ia melempar bola basket langsung mengarah pada Kagami. Iya, Haruhi menggunakan missdirection hasil tiruannya. Kagami yang menangkapnya tercengang, kekuatan yang diberikan Haruhi pada bola sama dengan lemparan pertama Kuroko padanya dulu. Yang lain ikut tercengang melihatnya. “Missdirection itu... ternyata susah ditiru, bukan?” kata Haruhi tertawa dengan ringannya. “Kowai![11] Untung dia perempuan, kalau tidak pasti sudah jadi musuh yang sama berbahayanya dengan Kiseki no Sedai,” kata Hyuuga terkagum-kagum. “Kalau laki-lakipun, ia sudah berada di Seirin, pastinya ia bisa menjadi aset yang berharga!” tambah Riko. “Satu saja sudah luar biasa hebatnya, apalagi empat orang lainnya, Natsu, Fuyu dan Aki, lalu sang Ratu. Ternyata di luar sana masih banyak pemain yang luar biasa hebatnya,” gumam Riko. Kagami menatap masih tak percaya dengan Haruhi. Ekor matanya beralih ke Kuroko yang berdiri di sampingnya tak memberi respon rasa aneh atau terkejut dan semacamnya dengan pengakuan Haruhi. Apalagi setelah ia memperlihatkan kemampuannya dalam meniru gaya permainan orang lain. “Kau tampak tenang saja. Apa jangan-jangan kau sudah tahu sejak awal, Kuroko?” terka Kagami. “Yah, begitulah,” jawab Kuroko ringan. Kagami agak kesal dengan temannya itu, wajah tanpa ekspresi. “Akh, setidaknya kau pasang wajah kesal karena gaya permainanmu ditiru oleh orang lain!” “Awalnya iya. Tapi... jika aku kesal, mungkin ia akan trauma kembali untuk tak bermain,” jelas Kuroko. Ia melihat ke Kagami, “Ia merasa kelebihannya itu sebuah hal yang tak layak digunakan. Karena ia meniru permainan orang lain, ia tak bisa menjadi dirinya sendiri. Padahal dia lebih hebat dalam meniru...” “Tak hanya meniru,” Haruhi berjalan mendekati Kagami dan Kuroko, “aku bisa dengan cepat menganalisa kelebihan dan kekurangan dari gaya permainan seseorang lalu mencobanya menjadi permainan versiku sendiri,” jelasnya. “Sasugeh[12], sepupunya Ryouta Kise,” puji Kuroko. “Oh iya, aku lupa kalau mereka sepupuan. Eh, tapi kenapa gaya permainan kalian sama?” heran Kagami. “Hmm, mungkin karena aku yang menirunya?” “Haah, pantas aku melihat Ryouta Kise versi perempuan di sini,” kata Kagami menggelengkan kepalanya.
Seperti biasa, setiap hari Minggu pagi Haruhi jogging sambil men-dribble bola basket kesayangannya hingga sampai ke lapangan basket di mana ia sering bermain. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Yuko yang sibuk mengantarkan barang hingga sahabatnya itu tak bisa menemaninya bermain. Namun Haruhi dikejutkan dengan suara kucing yang seakan membuntutinya. Haruhi mencari arah mana suara kucing itu berada. “Daiki, jangan keluyuran!” “Asuna-san?” Asuna mengendong kucingnya, ia melihat ke arah Haruhi dan tersenyum, melambaikan tangan Daiki pada Haruhi. “Ohayou, Haruhi-chan~” Asuna menghampiri Haruhi. “Ohayou gozaimasu, Asuna-san. Ano... gak lagi tersesat, bukan?” “Enggak, kok. Aku sengaja datang ke rumahmu, tapi kata ibumu kamu ada di sini, makanya aku datang.” “Sendirian?” heran Haruhi. “Kamu tahu daerah sini?” “Ah, gak juga,” Asuna mengibaskan tangannya, “Aku datang sama bodyguard.” Asuna menunjuk ke arah belakangnya di mana seorang bodyguard-nya berjaga. “Aku menyuruhnya untuk tidak terlalu dekat karena aku ingin bermain denganmu.” “Hee... sou ka?” Mereka berdua masuk ke lapangan basket. Asuna meletakkan kucingnya di tepi lapangan. “Daiki, jangan kemana-mana!” katanya pada kucing anggora kecilnya itu. Dan entah kenapa, kucing itu mengerti dan tak pergi dari posisinya, duduk sambil menjilati badannya, sesekali mengibaskan ekornya. “Huaa... Daiki imut banget! Boleh kuminta?” “Makannya banyak, sanggup?” “Kalau gitu gak jadi!” Mereka berdua tertawa. Sebenarnya Haruhi agak canggung dengan pertemuan keduanya dengan Asuna. Ia belum terbiasa dengan orang yang baru ia kenal. Tapi ia merasa Asuna itu orang yang menarik dan mudah diajak bicara. “Mau coba main basket?” tawar Haruhi. Ia berpikir mungkin dengan bermain basket mereka bisa lebih akrab. Asuna mengangguk setuju. Ia sangat antusias untuk memainkan bola basket itu. Ia mencoba dribble lalu melempar bola ke ring. “Yee, gak masuk!” katanya senang. Mereka bergantian main, berebutan bola dan saling melempar. Haruhi mengajarkan teknik-teknik sederhana permainan basket pada Asuna. Setelah bermain sebentar, mereka pun istirahat, duduk di sebelah Daiki yang menunggu giliran bermain bola. Ya, tampak Daiki ingin bermain bola dengan menyakar bola meski kukunya tak keluar. “Sepertinya cidera hatimu sudah membaik,” kata Asuna. “Hmm, iya,” jawab Haruhi. “Tora-kun yang mengatakannya padaku.” “Tora?” heran Haruhi. “Maksudnya Kazegawa Tora? Kalian saling kenal?” heran Haruhi. Asuna mengangguk. “Kami sepupuan, lho!” jawabnya riang. “Hee? Aku baru tahu.” “Yaa, walau hubungan keluarga kami jauh, tapi saat kecil kami pernah main bersama dan sangat akrab hingga kini. Aku saja hampir dijodohkan.” “Dengan Tora?” “Sama kakaknya. Haha...” “Memang dia punya kakak laki-laki?” “Tidak. Aku hanya bercanda!” “Ano nee...” Mereka terdiam. Mulai gugup, tak tahu mau berbicara apa. “Oh, iya, Asuna-san sekolah di mana?” “Oh iya, kenapa aku tak menceritakan sekolah saja?” gumamnya. “Sekolahku? Aku sekolah di Touou Academy!” “Heh? Berarti Asuna-san satu sekolah dengan Aomine Kiseki no Sedai, dong?” “Kok kamu tahu? Eh, tapi namanya Aomine Daiki, bukan Kiseki no Sedai. Apa itu nama tambahannya? Gelar?” heran Asuna. “Bukan. Kiseki no Sedai itu panggilan bagi lima orang pemain yang hebat, mereka sangat terkenal saat SMP dulu, julukan tim yang tak terkalahkan! Dan Aomine Daiki-san itu salah satunya,” jelas Haruhi. “Jadi dia populer, ya? Naruhodo! Pantas dia sering bolos di kelas,” kata Asuna seolah mengerti, ia mengepalkan tangan kanan yang dipukul ke telapak tangan kirinya. “Yah, gak ada hubungannya dengan itu,” kata Haruhi facepoker. “Jadi yang namanya Aomine-san itu sering bolos kelas, ya? Kok, Asuna-san tahu?” “Aku satu kelas dengannya!” “HEH? Jangan-jangan satu kelas juga dengan Momoi Satsuki-san?” terka Haruhi. “Iya! Kok kamu juga kenal Momoi?” Mereka saling terheran-heran. “Karena, Momoi-san itu manajer tim basket Touou, dan juga mantan manajer Kiseki no Sedai saat SMP dulu.” “Kok kamu tahu tentang mereka berdua? Ternyata benar, gosip mereka memiliki jalinan ikatan yang kuat itu benar!” sedih Asuna. “Heh, memangnya kenapa? Kalau tidak salah dengar, mereka telah berteman sejak kecil,” tambah Haruhi. Asuna tambah sedih mendengarnya, “Apa aku bisa mendekati ouji kalau ada hubungan yang telah terikat lama dengan orang lain dalam hidupnya, terutama seorang gadis!” Asuna mengambil lap tangannya dan mengelap hidungnya, pura-pura menangis. “Hee? Massaka, Asuna-san suka sama. . . Aomine-san?” “Huaa... aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya!!” Haruhi bingung harus merespon apa dengan kelakuan Asuna, apa harus tertawa apa harus kebingungan. Ia kembali memasang wajah facepoker. “Aku juga tak mengerti hubungan mereka itu seperti apa. Mereka sangat dekat, tapi juga tak pacaran. Dan kesalnya. . ! Momoi-san itu setiap kali bertemu Kuroko-senpai, ia langsung memeluknya dan memanggilnya ‘Tetsu-kun’ dengan manjanya!” kini Haruhi yang mulai kesal. “Sou, sou! Dia dengan ringannya memanggil Aomine dengan nama kecilnya, ‘Daiki-kun’! Padahal aku juga ingin~!” “Yah, kalau itu memang karena mereka sudah berteman sejak kecil.” “Oh iya......” Asuna dan Haruhi, mereka berdua seperti dua gadis yang patah hati karena seorang Momoi Satsuki yang sangat akrab memanggil nama belakang laki-laki yang mereka sukai dengan mudahnya. Sedangkan mereka berdua hanyalah orang baru dalam kehidupan laki-laki tersebut. jadi, mereka telah kalah dalam mengenal dan waktu bersama. “Tetsu-kun yang kamu maksud itu, juga termasuk Kiseki no Sedai?” tanya Asuna memecahkan keheningan. “Dia juga satu tim dengan Kiseki no Sedai, tapi bukan bagian dari gelar itu. Dia seorang bayangan, itulah panggilannya, bayangan dari Kiseki no Sedai.” Haruhi berpikir, mungkin sebaiknya menceritakan sedikit pada Asuna tentang Kiseki no Sedai karena ia tak mengenal mereka, apalagi mereka sedang membicarakan orang-orang itu, agar pembicaraan mereka lebih nyambung. “Kiseki no Sedai itu berasal dari SMP swasta Teiko. Tim itu terdiri dari lima pemain yang sangat hebat dalam bermain basket, tak ada yang bisa mengalahkan mereka. Kekuatan mereka bisa dibilang seperti mosnter! Tak ada habisnya, tak akan kehabisan akal dan tak akan kehabisan gaya. Setelah lulus SMP, mereka sekolah di sekolah yang berbeda. Selain Aomine Daiki-san, ada Ryouta Kise yang kini bersekolah di Kaijou Academy, lalu Midorima Shintarou dari sekolah Shutoku, Murasakibara Atsushi dari Yosen Akita Academy, lalu yang terakhir sang kapten bersekolah di Rakuzan Kyoto, Akashi Seijuro.” Penjelasan Haruhi membuat Asuna sedikit bingung, namun ia mencoba untuk memahaminya. “Haha... bingung, bukan? Aku telah mengagumi mereka sejak SMP, saat aku masuk ke dunia basket. Kaptenku, Rihara-san yang menceritakan banyak tentang mereka. Apalagi, sepupuku, Ryouta Kise salah satu dari mereka. Aku sangat terkejut saat mengetahuinya!” “Hah? Sepupumu salah satu dari Kiseki no Sedai itu?” kaget Asuna. “Begitulah.” “Jadi kesimpulannya Kiseki no Sedai itu adalah orang-orang yang sangat hebat dalam basket, bukan? Jika mereka tak terkalahkan, apalagi mereka ada di sekolah yang berbeda sekarang, apa mereka bersaing untuk menjadi yang terbaik di antara mereka?” “Tentu saja! Mereka telah melakukannya setahun yang lalu! Dan persaingan mereka masih berlanjut sampai kapanpun! Oh iya, pertandingannya akan dimulai minggu depan! Asuna-san mungkin bisa melihat pertandingan mereka, apalagi Asuna satu sekolah dengan Aomine-san, tidakkah ingin mendukungnya?” “Ah! Ide yang bagus! Apa kamu punya jadwal pertandingannya, Haruhi?” “Tentu! Aku ‘kan manajer tim!” Haruhi mengambil handphone-nya dari saku, mengirim jadwal pertandingan lewat bluethooth. “Jangan lupa nonton pertandingan kami, ya!” “Pasti! Waah, dengan ini mungkin aku bisa lebih dekat dengan ouji~!” kata Asuna senang. “Asuna-san kenapa memanggil Aomine-san dengan panggilan ‘ouji’?” heran Haruhi, setahunya Aomine itu bukan keturunan kolongmelarat eh bukan, konglomerat. “Itu panggilan khususku untuknya! Kalau ‘Daiki-kun’ akan sama panggilan Momoi-san pada Aomine-san, apalagi....” Asuna melihat kucingnya, “Dia punya nama yang sama dengan kucingku.” “Oh iya, ya!” kaget Haruhi yang baru sadar kalau nama kecil Aomine sama dengan nama kucingnya Asuna. Ia tak bisa membayangkan saat Asuna memanggil Daiki-kun, Aomine berubah menjadi kucing anggora hitam yang lucu "diperingatkan di sini kucingnya Asuna berwarna putih ke kuningan. “Lagi pula,” Asuna menambahkan alasannya, “ia memang memiliki aura pangeran. Pangeran dari daerah tropis yang sangat keren~!” Asuna mulai berkhayal berada di daerah tropis, di mana ia bertemu dengan Aomine dan pakaian raja tropis memperlihatkan kulitnya yang matang. “Hee? Pangeran dari daerah tropis?” Haruhi tak bisa membayangkan daerah tropis itu seperti apa karena ia tak tahu sama sekali. Ia malah teringat pada Yuko yang katanya ayahnya berasal dari negara dengan daerah tropis, dan dia pernah ke negara itu saat liburan SMP dulu. Tapi kulit ayahnya Yuko taklah sematang kulit Aomine. Asuna melihat langit yang sudah sangat biru, lalu melihat jam tangannya. “Sudah hampir siang. Aku juga punya urusan lain. Aku pamit pulang dulu.” Ia mengendong Daiki-kun, memasukkannya dalam keranjang. Haruhi mengantar Asuna sampai ke mobilnya yang diparkir di tepi jalan, di sana bodyguard-nya telah menunggu. Asuna pun berpamitan pada Haruhi. Ia berjanji akan sering mengirim email pada Haruhi dan saling bertukar informasi sekitar pertandingan basket agar Asuna tak ketinggalan pertandingan itu.
Acara pembukaan pertandingan Inter High. . . Semua tim dari SMA se-Tokyo berkumpul di lapangan dalam acara pembukaan pertandingan Inter High yang akan segera dilaksanakan. Termasuk tim basket dari sekolah Seirin. Riko dan Haruhi sebagai pelatih dan manajer menunggu di luar lapangan. Mereka berdua asik membicarakan tim lawan dan strategi apa yang mungkin dipakai nantinya bagi tim lawan dan tim mereka sendiri. Sedangkan pertandingan kali ini akan menjadi yang pertama kalinya bagi anak kelas satu. Dan juga Inter High yang terakhir bagi senpai kelas tiga, ujar Haruhi dalam hati. Ia melihat Riko yang ada di sampingnya, hanya ada tahun ini dia belajar manajer dan juga pelatihan tim dari Riko. Setelah mereka lulus nanti, tinggallah Kagami-tachi, Tora-tachi dan juga ia sebagai manajer, dan para calon penerus tim Seirin dan mungkin ia akan mencoba merekrut manajer baru sebagai penggantinya kelak. Memikirkan hal itu, Haruhi berpikir ia pasti bisa jadi senpai yang baik. Dan di tahun ini juga, kita harus mengarahkan seluruh kemampuan kita agar menjadi yang terbaik! Tak hanya tahun ini, untuk selanjutnya pun, pasti! Setelah acara pembukaan selesai, seluruh tim keluar lapangan kecuali tim yang akan bermain. Tim Seirin keluar dari lapangan, menemui Riko dan Haruhi, sekedar berkumpul dan berbagi ide untuk pertandingan ke depan. Tak lama mereka bertemu dengan tim sekolah lain, terutama yang memiliki anggota Kiseki no Sedai, seperti Touou Academy, Kaijou dan juga Shutoku. “Tetsu-kun~~!” Seperti biasa, Momoi Satsuki langsung menghampiri Kuroko dan memeluknya dari belakang. Namun langsung dicegat oleh Haruhi, ia menarik Kuroko agar terhindar dari pelukan Satsuki. Tentu saja Satsuki sangat kesal. “Kamu tak akan pernah bisa mengambil Tetsu-kun ku!” rengek Satsuki. Haruhi mencibir, “Sadar, dong, kalau Kuroko-senpai itu lawan kalian, kenapa kamu masih akrab memanggilnya!” “Justru karena lawan itulah, perjalanan cinta menghadapi cobaan begitu romantis, bukan?” bela Satsuki dengan pipi yang merona. Saat Haruhi dan Satsuki bertengkar, Aomine mengambil kesempatan untuk bicara santai dengan Kuroko dan Kagami. Walau mereka lawan, tapi tetap bicara dengan akrab dengan jiwa sportif tak akan kalah satu sama lain. “Pokoknya aku tak akan kalah!” kesal Haruhi. “Kalau begitu mari kita taruhan, tim siapa yang menang maka dia yang dapat Tetsu-kun!?” “Seirin tak akan kalah!” “Hei, kenapa kalian menjadikan Kuroko sebagai barang taruhan?” heran Kagami. “Aomine-kun, kamu gak boleh kalah dari mereka, oke! Ini perintah manajer!” Satsuki masih bersikeras dengan taruhannya. “Tentu saja!” kesal Aomine. “Sepertinya kita akan melakukan pertandingan yang lebih seru dari sebelumnya,” kata Kagami terbakar semangat. “Tentu saja aku tak akan pernah mengalah denganmu!” “Hoo, yarou-yarou![13]” Aomine tak mau kalah dengan mengeluarkan auranya yang lebih terbakar lagi. “Kagami-senpai jangan sampai kalah, kalau gak mau Kuroko-senpai jadi budaknya mereka,” pancing Haruhi. Baik Kagami maupun Aomine langsung saling memandang tajam. Taruhannya Kuroko menambah terbakarnya semangat mereka dan tak tahan ingin bertanding langsung hari ini juga. Kuroko yang berekspresi datar sebenarnya dalam hatinya menangis, kenapa dia yang dijadikan barang taruhan? Seperti ia tak dianggap sebagai pemain bagi mereka berdua. “Kalian tak bisa menjadikan Kurokocchi sebagai taruhan, karena Kurokocchi adalah milikku~! Ryouta Kise tiba-tiba datang dan langsung memeluk Kuroko dari belakang. Ia tersenyum lebar pada tim lawan sebagai sapaan. Ia sebenarnya sengaja mencari Kuroko, Kagami dan juga Aomine Daiki. “Kise-ni!” kesal Haruhi. “Ki..kise-‘ni’?” kaget Momoi Satsuki, diikuti Aomine yang ternganga. Kise beranjak dari Kuroko ke Haruhi. “Iya, kami adik-kakak!” jelas Kise sambil mengelus kepala Haruhi. “Sepupuan! Ogah aku punya kakak laki...” pipi Haruhi dicubit hingga melebar oleh Kise. “lhahi heferhi hamu...huu” “Kok Kichan tak pernah bilang?” heran Satsuki. Haruhi melepaskan tangan Kise dari pipinya. “Ki-Kichan? Heh, Kise-ni mau aja dipanggil begitu?” kesal Haruhi. “Kenapa, kamu cemburu? Haruhicchi juga bisa memanggilku ‘Kichan’ tambah ‘ni’ dibelakangnya, jadi Kichan-ni, bagaimana?” “Kedengarannya bukan makanan yang enak.” “Huh! Kalian bicara seperti anak kecil!” papar seseorang yang tiba-tiba hadir di antara mereka. Ia memakai jaket bertuliskan Shutoku, dan memakai kacamata. “Midorimacchi~!” sapa Kise. “Domo,” sapa Kuroko. “Ada yang aneh darimu, tak bawa barang keberuntungan?” tanya Kagami sedikit menyindir. “Benda keberuntunganku hari ini adalah kacamata. Karena itu, aku menggantinya yang baru. Eh, kalian tak memperhatikannya?!” jelas Midorima sambil merapikan posisi kacamatanya. “Sepertinya kacamata yang sama,” jawab semuanya. “KALIAN INI PERHATIAN SEDIKIT ‘NAPA?!!” kesal Midorima. Merekapun tertawa. Ternyata beginilah suasana berada di antara mereka, gumam Haruhi. Mereka semua adalah lawan tapi mereka masih bisa bicara layaknya teman akrab. Mungkin karena dianggap lawan itulah mereka bisa akrab seperti ini. Basket telah mengakrabkan mereka. “Pantas saja Momoi-san sangat akrab dengan mereka,” kata Haruhi. Satsuki tersenyum, “Tentu saja! Mereka semua adalah tim terbaikku dulu. Lho, kok aku jadi bicara akrab denganmu?!” “Hahaha... Sesekali kita tak bertengkar bagaimana? Aku tak mau menjadi pengganti Riko-san, manajer sainganmu!” “Bukannya saingan itu menyenangkan?” “Menyenangkan! Jika seperti mereka.” Haruhi menunjuk ke arah para pemain mereka. “Aku baru ingat kamu siapa,” Satsuki mengalihkan pembicaraan. “Aku pernah melihatmu. Karena penasaran, aku coba mencari rekaman pertandingan basket perempuan, dan dari rekaman itu aku sadar. Kamu Haru, bukan? Kenapa menyia-nyiakan kemampuanmu?” “Oh, itu. Jadi sudah banyak yang tahu tentangku. Gak, kok, aku masih bermain basket, tapi tidak untuk pertandingan.” “Sepertinya aku tak bisa meremehkanmu.” “Tentu saja!” jawab Haruhi senang.
Pertandingan Inter High pun dimulai dari sekarang!
Aku begitu kecewa dengan diriku sendiri hingga aku putus asa dan mengambil jalan buntu dengan meninggalkan apa yang aku sukai selama ini, apa yang selama ini menjadi jati diriku. Saat aku tahu jalan yang kutempuh itu salah, aku tak tahu harus kembali atau memilih jalan lain. Akhirnya kupilih jalan lain yang hampir mendekati jalanku yang dulu, hingga kumerindukan diriku yang dulu. Tapi kini, inilah takdirku! Sampai hatiku telah siap untuk berjalan di jalan yang dulu, akan kusembuhkan luka-luka masa lalu dan berjanji akan menjadi lebih baik. Kini, aku ingin mendampingi mereka dalam berbagai pertandingan. Aku bukanlah pemain profesional, tapi aku bisa menjadikan mereka pemain profesional! Dengan begitu, kukatakan pada diriku sendiri bahwa jalan yang kupilih taklah salah!
SEIRIN FIGHT! Finish
“Apa kau tahu resiko dari permainanmu, Haru?” “Setelah bermain, aku sudah mengerti. Tapi copier adalah kelebihanku, bukan cara permainanku,” belaku. “Aku hanya memperingatimu saja, Haru. Sebagai ketua, aku juga bertanggungjawab karena meniru adalah ideku, dan juga ideku memasukkanmu ke dalam tim ini.” “Ya, aku sangat menghargai keputusanmu, Rihara-san.” “Jika suatu saat resiko itu terjadi, apa yang akan kau lakukan?” Aku berpikir keras untuk mencari jawaban terbaik yang akan kukatakan padanya, dan juga jawaban terbaik yang akan kujalani nantinya tanpa dia. “Aku akan berhenti mengikuti pertandingan hingga aku bisa menyelesaikan masalahku, tapi aku tak akan berhenti bermain!” “Apa kamu yakin?” Aku mengangguk, meyakinkan diriku sendiri. “Tentu.” ~END~[1] Ah, Haruhi bodoh~ berat tahu! Kesal! [2] Pasti sangat sulit? [3] Sama-sama [4] Oke (aku mengerti) [5] Kenapa? [6] Ada sedikit rahasia [7] Tak perlu dipikirkan [8] Sakit! [9] Jahatnya! [10] iya [11] Menakutkan [12] (Ternyata memang) hebat [13] Ayo, lakukan! © 2014 Aga ALanaAuthor's Note
|
Stats
993 Views
Added on September 28, 2014 Last Updated on September 29, 2014 Tags: fanfiction, sport, teen, comedy AuthorAga ALanaPadang, Padang, IndonesiaAboutHi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..Writing
|