Chapter 5: Menurutmu, Basket itu Apa?A Chapter by Aga ALanaThe Queen Of Basket Ball, mereka itu siapa? Ada lima orang dan mereka disebut Five Queens yang mewakili nama musim...Bel sekolah tanda akhir pelajaran telah dibunyikan. Seluruh murid berkemas dan bersiap untuk pulang, namun masih ada yang tetap berada di sekolah karena mengikuti kegiatan klub mereka masing-masing, terutama Kuroko dkk. “Yosh, reshu[1]!” Kagami yang telah berkemas sebelum bel berbunyi tampak bersemangat jika ingin keluar dari kelas. Ia mengangkat tasnya ke belakang pundaknya dan segera beranjak dari tempat duduknya. Hal itu diikuti oleh Kuroko dan juga Furihata Kouki yang kini satu kelas dengan mereka berdua dan selalu pergi bertiga ke lapangan basket untuk latihan. “Apa kalian tidak mendapat email dari manajer kalau kita diliburkan latihan hingga Sabtu?” tanya Kouki pada Kuroko dan Kagami sambil memperlihatkan isi email yang dikirim oleh manajer baru mereka, Haruhi. Keduanya serempak mengambil telepon genggam mereka dan ternyata benar email itu telah dikirim beberapa menit yang lalu, dan juga kepada seluruh anggota klub basket. “Ah, benar,” kata Kagami garuk kepala. “Bahkan ada nama manajer di bawah isi email,” tambah Kuroko. Kagami mengerutkan keningnya saat membaca email dari manajer, “Dari manajer, Fukushima Haruhi-chan. ‘chan’?” “Haha... sepertinya Fukushima-chan itu memang nyentrik, ya,” kata Kouki tertawa. Mereka bertiga pun keluar dari kelas. “Ah, emang nyentrik,” jawab Kagami kesal dan memasang wajah bosan ketika berpas-pasan dengan Fukushima Mika yang keluar dari kelas sebelah. Melihat wajah Kagami yang ‘sepertinya’ meledeknya, tentu Mika mulai kesal dan memasang wajah geram pada Kagami. Ia ingin sekali menghajar laki-laki berambut merah terbakar itu, tapi ia tersadarkan akan posisi adiknya yang kini sebagai manajer klub basket yang diikuti oleh laki-laki yang menjadi musuhnya "musuh dalam artian suka berdebat. Mika mengontrol emosinya dan mencoba bicara dengan Kouki yang ada di sebelah Kagami, dengan begitu ia rasa bisa menghilangkan emosinya. “Terima kasih sudah menjaga adikku selama ini. Maaf kalau ia merepotkan kalian,” kata Mika dengan keramahan yang tak dibuat-buat. “Ah, iie, justru kamilah yang merasa merepotkan adiknya Fukushima,” jawab Kouki, “manajer sangat membantu kami dalam latihan dan tak pernah lelah untuk mengingatkan kami.” “Karena itu, menurutku, kamilah yang seharusnya berterima kasih,” tambah Kuroko. “Huwaa! Kuroko-kun! Sejak kapan kamu di sini?” kaget Mika yang tak menyadari kehadiran Kuroko. “Fukushima-san hidoi[2], dari tadi aku sudah ada di sini,” kata Kuroko sedih. “Ah, gomen, gomen, aku tak menyadari keadaanmu,” kata Mika kelabakan. Kouki dan Kuroko memandang Kagami yang membuang muka dari Mika, sedangkan Mika sendiri mencoba menahan diri dan terus menganggap bahwa sosok Kagami tak ada di depannya "walau sangat jelas berada di depannya. “De, waktunya latihan! Kuroko, ikou[3]!” Kagami berlalu begitu saja tanpa permisi atau basa-basi pada Mika, dan itu menambah kerutan di kening gadis berambut panjang itu. “Kagami, kita tak dibolehkan latihan sampai hari Sabtu! Lagi pula, kenapa yang diajak cuman Kuroko? Aku bagaimana?” Kouki kesal dengan sifat Kagami yang bertingkah tak sopan dan seenaknya pergi tanpa mengajaknya. Ia merasa seakan mereka bukan satu tim saja, hanya teman sekelas biasa. “Furihata-kun, apa kau cemburu?” sindir Kuroko walau raut wajahnya masih datar dan tak seperti sedang bercanda. “Gak lah!!” Mika tertawa kecil, ia menjadi mengerti kenapa adiknya betah dan sangat senang menjadi manajer tim basket Seirin. “Sepertinya adikku gak bakal bosan di klub basket kalian. Oh, iya, kenapa kalian gak boleh latihan?” heran Mika. Kouki dan Kuroko saling memandang lalu melihat Mika. “Manajer yang menyuruh kami, mungkin juga disuruh pelatih,” jawab Kouki ragu. “Lho, kalau kalian gak latihan, seharusnya Haruhi bisa pulang cepat, ‘kan? Tapi katanya dia bakal pulang kesorean seperti biasa.” “Sepertinya kita harus memastikannya,” pikir Kuroko. “Yah, benar. Kalau begitu kami pamit duluan.” Kuroko dan Kouki pamit pada Mika dan bersegera pergi ke lapangan basket untuk menemui yang lain.
Haruhi dan Riko masih berdiskusi tentang ‘Death Training’ hari Minggu nanti sambil berjalan ke lapangan basket. Riko telah menerka bahwa mereka gak bakalan istirahat meski disuruh istirahat. “Ya, ‘kan, mereka masih latihan!?” kesal Riko berkacak pinggang. “Hora! Kalian tak mengerti kata istirahat, ya? Kalau istirahat ya istirahat, jangan latihan lagi!” “Yah, kita juga gak punya kegiatan lain. Daripada melongo, lebih baik latihan sebentar tak ada salahnya, bukan?” kata Hyuuga membela anggota tim-nya. “Mattaku[4]! Isi otak kalian pasti semuanya tentang basket!” terka Riko kesal. “Setidaknya libur latihan bisa kalian gunakan untuk belajar. Hyuuga-tachi[5], kalian sebagai anak kelas tiga seharusnya belajar, dan jadi contoh bagi anak kelas satu!” “Yaah, kalau itu sih....” Hyuuha terdiam tak bisa menjawab. “Hahaha... mungkin karena setiap saraf otak mereka telah penuh dengan segala informasi basket makanya mereka tak mau lepas dari basket,” sindir Haruhi. “Jangan bilang kalian semua punya waktu luang karena tak ada kegiatan selain sekolah sama basket? Tak ada pacar yang menunggu di luar?” tanya Haruhi bersikap polos. “Jangan bilang kalian semua jomblo?!” “Hahaha... massaka? Waktu kencan saja tak punya apalagi pacar,” ejek Riko. “Ikou, Haruhi-chan, tinggalkan saja mereka yang berdarah basket itu.” Riko mengajak Haruhi keluar meninggalkan para pemain yang terdiam di tempat berdiri mereka masing-masing. Mereka baru saja menyadari kalau mereka semua tak ada satu pun yang memiliki seorang gadis yang menunggu mereka setelah pulang sekolah. “Jadi... tak ada satu pun yang punya, ehm... pacar?” tanya Hyuuga sedikit malu-malu menanyakannya. Kediaman menjadi jawaban, Hyuuga maupun yang lain tambah menyadari bahwa mereka tak laku di kalangan gadis. “Eh, bukannya Tsuchida punya pacar?” kata Kouki mengingat-ingat. Yang lain langsung memandang Tsuchida Satoshi. Muka Satoshi memerah, “Maa, dia pun tahu kalau aku sibuk sama basket. Jadi tak apa,” jawab Satoshi sambil menggaruk kepalanya. “Oh, iya, ya,” kata Hyuuga lemas, dalam hatinya ia merasa iri. “Bukannya Izuki-senpai lumayan terkenal di kalangan gadis?” kata Kawahara Koichi melihat ke arah Izuki Shun, “Kagami-kun juga,” lalu menunjuk ke arah Kagami. Mereka berdua hanya diam, menggaruk kepala bagian belakang. Dalam hati mereka dikenal oleh kalangan gadis belum tentu populer dan hal itu taklah bisa dibanggakan. “De, Kuroko wa dou[6]? Bukannya kamu pacaran sama manajer basket Touou?” tanya Kogane Shinji tiba-tiba. Mereka semua berbalik arah memandang Kuroko. Anak kelas satu yang tak terlalu mengerti situasi hanya bisa mendengar dan mengamati. Saat melihat Kuroko, mereka meragukan akan senpai-nya yang satu itu memiliki gadis. Yah, walau mereka mengakui kalau Kuroko itu kawaii. “Maksudnya Momoi-san?” tanya Kuroko. “Hai’! Kalian tampak sangat akrab. Apalagi ia memanggilmu ‘Tetsu-kun’ setiap kali bertemu,” tambah Shinji. “Kami tidak pacaran,” jawab Kuroko. “Uso[7]! Kalian tampak mesra,” tambah Hyuuga agak kesal. “Tidak, kami hanya berteman,” jelas Kuroko dengan santai. Mendengar hal itu, beberapa di antara mereka ada yang iri dan juga kesal dengan jawaban Kuroko yang sangat akrab dengan gadis cantik seperti Momoi Satsuki tapi ia hanya menganggapnya sebagai teman. Anak kelas satu? Mereka yang tak mengenal Momoi sangat penasaran seperti apa gadis yang dekat dengan senpai yang memiliki ekspresi datar itu. Dan Momoi yang jauh di Touou Academy, seolah dapat mencium suatu yang tak enak, ia harus menutup hidungnya yang memang saat itu akan bersin. “Hua..tchiin! Aah, padahal badanku sehat-sehat saja?” bingung Momoi Satsuki “Haaa, ouji-sama~” Dari luar lapangan, tepatnya di pintu luar Asuna tengah mengintip latihan tim basket Touou. Ya, yang dilihatnya hanyalah sang makhluk berkulit eksotis, Aho... iie, Aomine. Triit...triitt... Tak lama handphone-nya berdering. “Moshi moshi? Hai’, wakarimashita[8]. Aku akan segera ke sana.” Sayangnya Asuna telah dipanggil pulang oleh pengawalnya yang telah menunggunya di luar pagar sekolah. “Zannen ne, ouji-sama[9], aku harus pulang.” Segera, Asuna keluar sekolah dan masuk dalam mobilnya. Dan lagi, handphone-nya berdering. Namun kali ini dari seseorang yang telah lama ia tak bertemu.
Dua jam, kurang, meninggalkan mereka berlatih, Riko dan Haruhi kembali ke lapangan untuk menghentikan latihan dan mengajak mereka pulang bersama sambil mampir ke sebuah restoran junkfood dekat sekolah mereka. Anak kelas satu dikagetkan dengan porsi makan Kagami yang bisa dibilang sepuluh porsi orang normal biasa. Dan juga cara makannya yang lahap, Haruhi hanya melongo melihat senpai-nya yang satu itu. “Karena ini pertama kalinya bagi ichinen[10] makan bersama dengan para senpai-nya, kenapa tidak kita saling mengenal satu sama lain dengan menceritakan diri masing-masing?” usul Kiyoshi Teppei. “Ah, ide bagus!” Hyuuga mengangguk. “Hmm... benar juga, ya?” kata Haruhi sambil mengenyam kentang gorengnya. Haruhi dan Riko duduk berhadapan di tempat duduk paling ujung karena hanya mereka berdua anggota perempuan klub basket, mungkin hanya satu Haruhi seorang sedangkan Riko ‘kan pelatih mereka. “Kalau gitu, dimulai dari ichinen!” perintah Riko. “Sehabis itu baru senpai-tachi yang akan menceritakan tentang diri mereka dan perjuangan mereka sebelumnya.” “Perjuangan? Rasanya lebih tepat pertandingan.” “Sama aja!” ketus Riko. Kedelapan anak baru itu memperkenalkan diri mereka masing-masing, asal sekolah mereka, hobi mereka selain basket, dan alasan mereka masuk ke klub basket. Disela-sela perkenalan mereka mendapatkan hobi yang sama, pemain atau pun penyanyi favorit yang sama atau pun arah pulang dengan bus atau kereta yang sama. Tiba pada giliran Haruhi, saat akan mengatakan alasannya kenapa mau menjadi manajer tim basket mereka, ia sempat terdiam lalu sedikit berbohong dan tetap menyembunyikan identitasnya sebagai salah satu pemain Five Queens. “Apa benar kau tak pernah main basket? Pengetahuanmu terhadap basket lebih banyak dibanding orang biasa yang tak pernah bermain di lapangan,” heran salah seorang ichinen. Dengan gugup, Haruhi menjawab rasa penasaran mereka yang kini menatapnya penuh pertanyaan. “Yaah, sebenarnya aku pernah bermain basket, hanya sebentar.” Haruhi memaksakan bibirnya untuk tersenyum agar semua tak curiga pada tingkahnya. “Wah, ya, ‘kan! Kamu pernah main basket!” “Wah, cewek main basket? Jarang sekali terlihat, lho! Apalagi pertandingan. Paling-palingan hanya saat pelajaran olahraga saja.” “Iya, iya, benar.” Kelompok laki-laki menjadi bersemangat menceritakan tentang bagaimana anak perempuan bermain basket dan itu sangat menghebohkan. Haruhi hanya diam, dan Riko tahu mengapa manajer barunya seperti itu dan hanya diam juga kesal mendengar percakapan para anggotanya. “Aku pernah melihat pertandingan basket perempuan, lho!” Eh? “Benarkah? Seperti apa?” “Huwaaah... mempesona!” kata ichinen itu menunjukkan jempolnya. “Maksudnya?” “Iya! Mereka terlihat indah dan menawan dengan seragam olahraga mereka. Apalagi saat menunduk, dribble, kau bisa lihat belahan yang mempesona!” “Hoi, ichinen!! Jangan bicara yang cabul saat makan!” bentak Riko langsung. “Ma...maaf!” “Huh, apa menariknya nelihat anak perempuan main basket?” ejek Kagami. “Ck, ck, ck, senpai belum tahu tentang Kiseki no Sedai versi perempuan, bukan?” Mereka semua kaget, bahkan ada yang sampai menjatuhkan kentang goreng dari tangannya. Haruhi bertambah takut kalau-kalau anak itu mengetahui dirinya lalu membeberkan masalah Five Queens pada semua. “Mereka disebut sebagai Five Queens of Basketball!” Ichinen itu langsung browsing artikel tentang ‘Five Queens of basketball Japan’ sambil memaparkan apa yang ia ketahui tentang mereka. “Kursi Five Queens, itu menandakan posisi mereka masing-masing dalam pertandingan. Sang kapten yang lebih sering dipanggil sang ratu sebenarnya bernama Utsushina Rihara. Lalu ada empat anggota lainnya yang dikenal atau melambangkan empat musim yang ada di Jepang. Pertama, musim di mana hari pertama masuk sekolah, bunga sakura bermekaran di mana-mana, Haru (musim semi).” Saat itu juga jantung Haruhi berdegup kencang, ia tak bisa bicara apa-apa, ia hanya terus berdoa agar mereka tak menyadari bahwa Haru adalah nama panggilannya. Dan ichinen itu masih melanjutkan penjelasannya, “Kabar beredar kalau Haru berkepribadian yang hangat dan bersahabat namun sangat pemalu, simbolnya adalah bunga sakura. Lalu yang kedua, musim setelah semi adalah Natsu (musim panas). Ia memiliki simbol gelombang lautan yang menari indah di tepian pantai, kepribadiannya yang sangat menggebu dan sehangat matahari juga yang paling ceria hingga ia disebut mood-maker bagi sang ratu. Yang ketiga, Fuyu (musim gugur), berkepribadian tenang dan menghanyutkan, bagaikan seorang gadis yang menunggu laki-laki yang ia cintai di dekat pohon yang menggugurkan daunnya, tapi kehanyutannya dapat membuat membunuh siapa saja. Simbolnya ialah daun yang berguguran. Dan yang terakhir adalah Aki (musim dingin), kepribadiannya terbalik dengan Natsu, tatapannya yang dingin dan sangat misterius. Simbolnya adalah kepingan salju, dan dijuluki sebagai bayangan sang ratu.” “Wah, kami sama sekali tak menyangka ada yang seperti itu!” “Huh! Aku yakin kalau aku bertanding dengan kaptennya sekarang juga, pasti aku yang menang!” anggap Kagami remeh. Haruhi yang masih diam, memonyongkan bibirnya karena kesal dengan perkataan Kagami. “Jangan meremehkan kekuatan cewek, Kagami,” kesal Riko. Ia bermaksud untuk menghibur Haruhi. Sekilas, anak itu tampak tersenyum pada Riko. “Ah, aku jadi penasaran seperti apa permainan mereka,” kata Izuki. “Jangan bilang kaptennya, siapa namanya, memiliki fisik seperti laki-laki, cewek macho,” terka Kagami mengejek. Haruhi makin kesal menggigit bibirnya sendiri untuk menahan emosi. Ichinen yang menjelaskan tadi mengeleng, “Iie, iie, senpai! Justru ia seperti gadis normal biasa. Tinggi, putih, cantik dan pintar, rambutnya hitam panjang tergerai indah dan senyumannya sangat menawan. Aku pernah melihatnya dari dekat. Apalagi belahannya itu lho, luar bia... ittee!” Haruhi kini mengambil tindakan yang langsung memukul kepala teman seangkatannya itu dari belakang. Ia sangat kesal karena anak itu mengatai hal yang tak seharusnya dikatakan tentang mantan kaptennya yang sangat ia hormati. Ichinen itu melihat Haruhi yang menatapnya tajam seolah-olah akan membunuhnya, membuatnya berkeringat dingin. “Hora! ‘Kan Riko-ne udah bilang jangan gak boleh bicara yang cabul kayak gitu, apalagi lagi makan! Kimochi warui[11]!” bentak Haruhi berkacak pinggang. Ia kembali ke tempat duduknya dengan perasaan yang masih kesal. “Iyah, tapi aku jadi semakin penasaran seperti apa kapten Five Queens itu?” kata Hyuuga mencoba membayangkan. “Aku punya fotonya,” kata ichinen itu memperlihatkan sebuah foto yang ada di telepon genggamnya, sambil mengelus kepalanya yang masih sakit kena pukulan Haruhi. Haruhi kaget, dari mana ia mendapat foto kaptennya itu. Ia berdiri dari tempat duduknya, dan juga penasaran foto seperti apa yang didapat dari anak itu. “Aa... hounto, kirei[12]! Tak seperti bayangan Kagami, benar-benar seperti cewek idola.” Kagami sedikit penasaran dan memanjangkan lehernya melihat foto sang kapten itu. “Seukuran dengan manajer Touou, bukan?” “Ha, honto[13]!” Dan foto itu secara bergilliran dilihat oleh para lelaki yang jones. Saat handphone itu berada di dekat Riko, ia langsung mengambilnya dan membuat para lelaki itu seperti kehilangan harapan, sedangkan sang pemilik handphone sendiri takut kalau hape-nya akan dibuang oleh sang pelatih. “cih, kawaii juga,” kata Riko pelan, Haruhi tertawa kecil mendengarnya. Riko memberikan hape itu pada Haruhi. “Ah, seragam SMP dulu, kangennya,” kata Haruhi dalam hati. Ia lega foto itu bukanlah foto yang...... yah, yang membuatnya malu ataupun kesal. Namun sang pemilik hape langsung mengambil hape-nya ditangan Haruhi. Kebanyakan, para ichinen taklah merasa takut dengan Haruhi, walau ia manajer dan itu membuat ia kesal, dengan anak itu mengambil langsung dan menyimpan hape-nya kembali. Dan yang paling tenang disituasi saat itu tak lain dan tak bukan ialah Kuroko. Ia tetap menikmati vanilla shake-nya. Riko berdiri dan tersenyum seperti nenek sihir yang membaca mantra. “Haruhi-chan, sepertinya latihan besok levelnya akan ditambah lebih sulit dari yang direncanakan.” Semuanya merinding melihat sang pelatih yang memancarkan aura kematian yang akan mengancam nyawa mereka. Haruhi malah bersemangat dan mengikuti gaya Riko, memancarkan hawa dewa kematian. “Hai’~ tasukowarimashita, Riko-ne![14] Hhehhehhee...” “Su...SUMIMASEEEENNNNDESHIITAAAAAAAAA...!!!”
Akhirnya mereka pulang dengan penuh kenistaan akan rencana Death Training yang direncanakan Riko dan Haruhi. Namun mereka tetap pulang dengan candaan dan antara senior dengan junior semakin akrab dan itu adalah poin plus untuk membentuk teamwork yang bagus. Mereka berpisah menjadi kelompok-kelompok kecil, ada yang pulang dengan bus, dengan kereta dan berjalan kaki karena rumahnya dekat. “Tak kusangka arah rumah kita sama, Kuroko-senpai,” kata Haruhi malu-malu. “Ee[15],” jawab Kuroko santai. Mereka jalan bersama dengan Kuroko yang minum vanilla shake keduanya. Karena Haruhi dasarnya memang pemalu, ia tak berani mengangkat topik untuk dibicarakan pada senpai-nya itu, ia lebih milih diam. “Apa kamu tahu dengan Five Queens yang dibicarakan tadi?” Kuroko tiba-tiba menanyakan Five Queens pada Haruhi. Gadis itu berhenti berjalan lalu menunduk. Kuroko yang ada di depannya berbalik arah menghadap Haruhi. “Kuroko-senpai wa... shitteru deshoka[16]?” tanya Haruhi yang masih menunduk. Kuroko tak memberi jawaban. Haruhi menegakkan kepalanya, menatap Kuroko, “Shitteru deshoka?” tanyanya ulang. Kuroko mengangguk, “Hanya sedikit. Tapi jujur, aku pernah melihat mereka.” Haruhi kaget. Dari tingkah Kuroko dari awal ia sadar kalau laki-laki itu mengenalnya tak asing lagi. Haruhi ingin berkata yang sebenarnya pada Kuroko namun ia masih ingin menyembunyikannya dan berpura-pura tidak tahu dan tersenyum ceria. “Haha... sasugeh[17], senpai! Senpai ‘kan dari SMP telah main basket, pasti tahu. Hahaha...” ia berjalan melalui Kuroko. “Fukushima-san, kamu tadi tak jujur tentang alasanmu masuk ke tim basket sebagai manajer. Kenapa kamu tak melanjutkan bermain basket? Ada suatu hal yang membuatmu berhenti bermain basket?” Haruhi tak merespon perkataan Kuroko dan tetap berjalan di depan. “Huruf awal nama kecilmu, Haru, bukan? Sama seperti yang dikatakan anak tadi.” Haruhi kembali berhenti. Ia menahan emosinya yang bergejolak, ia ingin menangis. Ia mengambil napas panjang, mencoba menormalkan detak jantungnya. Ia telah tahu suatu saat nanti pasti ada yang akan mengenalinya sebagai ‘Haru’. “Haru, Haruhi; Natsu, Natsumi; Fuyu, Fuyuko; dan Aki, Akiko, lalu sang kapten, Utsushina Rihara-san.” Haruhi kini membalikkan badannya. “Aku tak tahu harus dari mana menjelaskannya. Dengan Riko-ne saja butuh seharian menjelaskannya. Tapi yang jelas, aku telah melakukan kesalahan dan itu sangat menyakitkan. Mereka tak lagi mempercayaiku, tatapannya padaku seolah aku penghianat, tapi Rihara-san masih mempercayaiku. Walau begitu seluruh badanku menggigil lalu seolah berhenti dan tak bisa bermain, dan aku tak mau melakukan kesalahan yang sama. Karena itu aku mengubah image-ku dan bergabung dengan tim basket Seirin sebagai manajer.” “Apa dari awal kau berpikir seperti itu?” “Iie. Awalnya aku masuk ke Seirin karena kakakku sekolah di sana, dan aku memang sudah tahu kalau di sana tak ada klub basket perempuan. Dengan begitu aku bisa melupakan basket dan mencoba hal baru. Namun semakin kulupakan, aku semakin merindukannya. Apalagi melihat senpai-tachi menyebarkan lembaran klub basket.” Kuroko masih mendengarkan dan mereka melanjutkan jalan mereka dengan Haruhi bercerita tentang Five Queens. “Five Queens sendiri terbentuk karena kami mewakili Jepang sebagai tim basket perempuan pada perlombaan internasional. Kami dari sekolah yang berbeda, tapi aku satu sekolah dengan Rihara-san. Walau kami tak menang, tapi kami menjadi terkenal, terutama Rihara-san. Lihat saja, fans-nya seperti Tokigawa, sampai-sampai punya foto kapten, kesal!” “Apa tak keinginan untuk bermain lagi?” Haruhi tersenyum. “Hm... saa na[18]? Aku masih ingin seperti ini dulu. Kalau pun iya, jujur aku masih berlatih diam-diam di lapangan basket dekat rumah. Tapi untuk pertandingan, mungkin aku belum yakin.” Mereka berdua tiba di persimpangan dengan arah pulang yang berbeda. Sebelum pamit, Haruhi masih berbicara. “Sesekali aku ingin bertanding dengan senpai-tachi.” “One on one?” terka Kuroko. Haruhi mengangguk. “Mungkin kamu akan kewalahan, apalagi dengan Kagami-kun.” Haruhi tertawa. “Yah, Kagami-senpai sangat tinggi, aku tak akan menang melawannya, tapi aku juga bukan lawan yang mudah mengalah!” Kuroko tersenyum puas. Mungkin ia masih memiliki beberapa pertanyaan pada Haruhi, namun menurutnya hari ini sudah cukup dan jawaban lainnya akan menyusul suatu hari nanti. “Senpai, untuk kedepannya yoroshiku onegaishimasu!” kata Haruhi membungkuk dalam-dalam. “Hai`, ore mou yoroshiku, manajer.” Merekapun berpisah dan pulang ke arah rumah masing-masing. “Sampai harus memotong rambutku, begitu bulatnya tekadku dulu ingin merubah semua yang ada. Tapi pada akhirnya aku masih belum lepas dari basket.” Haruhi memegang rambutnya yang sebahu itu. Haru, musim semi. Lambang, bunga sakura yang mekar, saat itu Jepang seakan berwarna merah muda sewarna dengan rambutnya, namun kini tak semekar yang dulu. Dan itu menandakan dirinya yan pengecut akan masalah yang ia bawa lari. Saat itu juga, Haruhi meneteskan air matanya.
Kediaman Tsuchimiya... “Ara, Tora-kun, kapan kamu tiba?” Asuna menyapa Kazegawa Tora yang sedang memainkan bola di lapangan basket yang ada di samping rumahnya. [1] latihan [2] jahat [3] ayo [4] Ya, ampun! [5] ‘tachi’ kata tambahan untuk orangnya lebih dari satu, bisa juga singkatan dkk. [6] Lalu, gimana dengan Kuroko? [7] bohong [8] Halo? Iya, aku mengerti. [9] Sayang, ya, pangeran [10] Anak kelas satu [11] Gak enakin banget! [12] Ah, benar, cantik! [13] benar [14] Iya, perintah dilaksanakan, Kak Riko! [15] ya [16] Apa kamu telah mengetahuinya? [17] hebat [18] Entahlah? © 2014 Aga ALanaAuthor's Note
|
Stats
574 Views
Added on September 26, 2014 Last Updated on September 26, 2014 Tags: fanfiction, sport, teen, comedy AuthorAga ALanaPadang, Padang, IndonesiaAboutHi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..Writing
|